Tuesday, August 11, 2020

Pelatih vs Pemain, Siapa yang Harus Mengalah?

 "Mourinho tidak kehilangan kualitasnya. Tetapi, para pemain sepak bola saat ini punya pengaruh dan kekuatan lebih besar terhadap tim."

Menarik. Sungguh menarik ucapan Rivardo Carvalho yang saya baca di media Spanyol, Marca. Bukan hanya sesama warga Portugal, Carvalho pernah menjaga pertahanan tim yang diasuh Mourinho, di Chelsea dan Real Madrid.

Carvalho bermain untuk Chelsea 2004-2010 dan Real Madrid 2010-2013. Sedangkan Mourinho melatih Chelsea pada 2004-2007 dan di Real Madrid 2010-2013.

Kalau ditanyakan kepada Anda, dari urutan 1 hingga 10, berapa rapor untuk kualitas kepelatihan Mourinho? Well, bukan tanpa alasan kalau Mourinho pernah mengaku dirinya seorang yang spesial, bukan? Pelatih dengan berbagai gelar juara di riwayat hidupnya.

Tapi, belakangan kepopuleran Mourinho meredup seiring kisah yang mengiring perjalanan kariernya sebagai pelatih. Seolah, nama besar dan serbuk ajaib miliknya tak ada lagi. Ribut di Real Madrid, gagal diperiode kedua di Chelsea, di buang dari Manchester United... dan kini disebut "terdampar" di Tottenham Hotspur.

Apakah Mourinho sudah kehilangan posisi sebagai pelatih hebat, paling tidak setara dengan Juergen Klopp dan Pep Guardiola di Premier League, yang menjadi pemburu gelar juara?

Bukan itu sih intinya. Melainkan bagaimana saat ini para pelatih "berdamai" dengan posisi pemain yang, seperti kata Carvalho, semakin kuat dalam mengambil keputusan untuk tim. Bukan berarti pemain yang menentukan atau berkuasa memengaruhi keputusan pelatih.

Reaksi pesepakbola, terutama pemain profesional dengan nama besar dan laris-manis di dunia bisnis, kerap membuat pelatih berada pada posisi sulit saat dihadapkan pada kepentingan pengelola klub. Gak dibantak, pemain dengan daya pikat bisnis yang besar kerap punya power untuk ikut menentukan keputusan klub., bahkan memilih pelatih.

Bekerja sama dengan pelatih tipe Mourinho tidak mudah. Dia pelatih yang sangat menuntut. Dalam tim Mou, tak ada pemain dengan posisi berbeda, spesial, atau super star. Di pihak lain, pesepak bola saat ini pasti sulit menerima cara kerja dan komunikasi ala Mou.

Di era ketika Mou mengaku spesial, dirinya adalah benteng bagi kesalahan pemain sekaligus sinar utama saat teriak "menang" atau "juara" bergema di stadion.  Tapi, belakangan, menuding pemain sebagai biang kekalahan seolah tak haram lagi bagi Mou.

Katanya, pelatih yang BAIK itu bertipe selalu bertanya. Tetapi, pelatih yang HEBAT tak pernah berhenti belajar. Termasuk belajar perkembangan para atlet saat ini yang penuh gangguan untuk dapat fokus pada profesinya. Tak hanya di cabang sepak bola.

Saya membayangkan seandainya Mourinho bekerja untuk salah satu tim di Indonesia, atau anggaplah tim nasional kita. Mungkin gak ya saat latihan pemain kita bercanda ketawa-ketiwi, bawa handphone ke lapangan, bikin content untuk kasih makan Instagram miliknya?

Atau meladeni wartawan di luar sesi wawancara demi popularitas? Jangan lihat dari sisi usaha si wartawan yang memang butuh berita, melainkan fokus pemain untuk menjalani sesi latihan dan bersaing mendapatkan tempat dalam tim untuk mengeluarkan kemampuan terbaik demi meraih kemenangan. @ Weshley Hutagalung