Monday, September 16, 2019

Pilihan Menyikapi Pemberian Timnas Indonesia



"Half-time kami menggebu. Full-time kami kaku. Next time? Kami tetap mendukungmu."

Begitulah sikap yang terjadi ketika Indonesia menjamu Thailand di laga kedua Kualifikasi Piala Dunia 2022 putaran kedua Zona Asia pada 10 September 2019.

Di babak I, permainan timnas Indonesia asuhan Simon McMenemy seolah membaik dibanding ketika menjamu Malaysia dan kalah 2-3 di laga perdana.

Eh, teriak dukungan penonton di babak II berubah menjadi luapan kekecewaan. Permainan Evan Dimas dkk. melorot tajam dan hasil akhir adalah memberikan kesedihan berupa kekalahan 0-3.

Fans Garuda patah arah. Fans Garuda marah. Fans Garuda kian kehilangan kepercayaan.

Stadion Utama Gelora Bung Karno tergolong sepi ketika Indonesia menjamu Thailand. Tercatat hanya sekitar 11 ribuan penonton yang ada di dalam stadion. Jumlah yang jauh berkurang dibanding laga versus Malaysia.




Dengan harga tiket yang dicap terlalu mahal untuk penonton Indonesia, walau pertandingan berkategori Kualifikasi Piala Dunia, kehadiran 11 ribuan penonton di laga vs Thailand adalah bukti betapa timnas kita dicintai.

Namun, harapan tak selalu sesuai kenyataan. Permainan timnas hanya mampu mengimbangi Thailand selama 45 menit. Di paruh kedua, seolah semua koordinasi pikiran dan tubuh para pemain berantakan.

Suatu waktu, saya akan membahas hubungan pemain sepak bola di Tanah Air dengan klub dan timnas Indonesia.

Namun, sambil menanti pertandingan Indonesia melawan Uni Emirat Arab di Kota Dubai pada 10 Oktober dan menjamu Vietnam pada 15 Oktober 2019, saya ingin menegaskan posisi terhadap tim nasional Indonesia. "Next time, kami tetap mendukungmu!" (Weshley Hutagalung)

Belajar Menjaga Ambisi dari Cristiano Ronaldo




UEFA Champions League 2019-2020 segera menghadirkan laga-laga tim elite Eropa. Semua punya jagoan untuk diunggulkan, namun ada Cristiano Ronaldo untuk diperhatikan.

Pada 5 Februari kemarin, Cristiano Ronaldo dos Santos Aveiro, demikian nama lengkapnya, mencapai usia 34 tahun. Sebuah usia yang bagi sebagian pesepak bola sudah memasuki batas mengambil keputusan: pensiun!

Okelah kalau belum mau pensiun. Pada usia 33 tahun ke atas, biasanya pesepak bola top dunia mulai "melepas pedal gas" pelan-pelan dengan cara mengurangi tekanan dan ketegangan di level atas.

Memang hal ini bukan sebuah kepastian, namun lebih kepada situasi yang kerap terjadi. Tak percaya? Lihat bagaimana Wayne Rooney yang sempat "menghindari Premier League" dengan mencicipi kompetisi Liga Amerika Serikat alias Major League Soccer bersama DC United pada Juni 2018.

Memang, mantan striker Manchester United ini kembali ke Inggris tanpa memenuhi kontrak bermain selama 3,5 tahun bersama DC United. Tetapi, Rooney memilih kompetisi Championship, selevel di bawah Premier League, untuk membela Derby County.

Berapa usia Wayne Rooney? Pada 24 Oktober 2019, ia berusia 34 tahun. Sama seperti Ronaldo, bukan?

Ada beberapa contoh lain dengan kisah senada, termasuk Bastian Schweinsteiger yang meninggalkan Man. United dan pindah ke Chicago Fire (MLS) sejak Maret 2017. Usia Schweinsteiger saat ini adalah 35 tahun.

Kembali ke Ronaldo. Sikap profesionalitas yang ia jaga membawa Ronaldo pada frekuensi tinggi bertahun-tahun. Sejak bergabung bersama Man. United dari Sporting CP pada 2003-2004 hingga kini membela Juventus di Italia, sikap dan ambisinya di lapangan seolah tidak ada perubahan.

Sebagai pesepak bola, karier Cristiano Ronaldo komplet di klub dan timnas Portugal. Mungkin, hanya gelar Piala Dunia yang membuat kesempurnaan sebagai pemain sepak bola tidak terwujud. Usia boleh bertambah, api ledakan Ronaldo di lapangan tak pernah berubah. Seolah ia ingin meraih gelar juara pertama sepanjang karier.

Namun, sebagai manusia, ada sebuah penyesalan atau mungkin lebih tepatnya kesedihan mendalam yang mampu membuat air mata Ronaldo menetes dari kelopak matanya.

Adalah sebuah kesedihan luar biasa ketika Ronaldo sangat berharap sang ayah dapat melihat kesuksesannya saat ini. "Ia tak melihat ketika saya menjadi pemain nomor satu di dunia. Ia tak melihat melihat saya meraih banyak penghargaan."

Jose, ayah Ronaldo, meninggal akibat gangguan lever karena kecanduan alkohol pada September 2005 pada usia 52 tahun. Saat itu, Ronaldo berusia 20 tahun, musim keduanya bersama Manchester United. Sebuah alasan Ronaldo untuk tidak menyentuh minuman beralkohol dan membawanya bertahan di puncak karier dalam waktu yang sangat lama. (Weshley Hutagalung)