Monday, November 30, 2020

Puja-puji dan Caci-Maki di antara Solskjaer-Arteta

Cinta dan benci. Dua kata yang kuat makna, tetapi juga bisa menyakitkan. Sebuah situasi yang dihadapi Ole Gunnar Solskjaer dan Mikel Arteta.

Ada berapa banyak pelatih/manajer di liga elite Eropa yang saat bermain pernah membela tim yang mereka pimpin saat ini? Nama Frank Lampard, Ole Gunnar Solskjaer, dan Mikel Arteta ada di dalamnya.

Solskjaer datang ke Old Trafford menggantikan Jose Mourinho pada Desember 2018. Puja dan puji mengiringi perjalanan awal Ole sebagai caretaker. Rentetan delapan kemenangan bak angin segar bagi fans. Man. United setelah awal gelap di Old Trafford sepeninggal Sir Alex Ferguson. DNA permainan Setan Merah telah kembali.

Maret 2019, setelah memberikan 14 kemenangan dalam 19 pertandingan awal sebagai manajer Man. United, kontrak diberikan pada Ole. Namun, ketika jabatan itu dipermanenkan, angin keraguan malah berembus ke arah mantan striker Man. United ini.

Setelah diberikan jabatan permanen, Man. United di tangan Solskjaer menelan 11 kekalahan dan 10 kali dalam 33 pertandingan.

Muncul tagar #OLEOUT di sebagian fans Setan Merah. Mereka di kelompok ini tidak percaya
Solskjaer punya cukup strategi untuk bersaing dengan manajer seperti Juergen Klopp, Pep Guardiola, Jose Mourinho, hingga Carlo Ancelotti.

Begitu pula Mikel Arteta. Seolah sosok Arsene Wenger bisa dihilangkan dari fans Arsenal yang frustasi melihat timnya ketika Arteta hanya punya 5 kekalahan dalam 22 laga awal sebagai manajer tim.

Masa depan Arsenal sepertinya cerah untuk kembali ke jalur perburuan gelar juara Premier League. Selain DNA sebagai mantan pemain Arsenal, Arteta pernah mengecap ilmu sebagai asisten Pep Guardiola di Manchester City.

Tapi, angin yang sama seperti Solskjaer berembus ke Stadion Emirates. Menjamu Wolverhampton, Mikel Arteta memberikan 5 kekalahan dalam 8 laga terakhir Arsenal. Muncullah #ARTETAOUT di media sosial.

Begitu mudahnya puja dan puji itu berubah menjadi caci-maki. Tak ada lagi kesabaran dalam lintasan pacu sepak bola, termasuk arena bernama Premier League.

Bagi Ole Gunnar Solksjaer dan Mikel Arteta, adalah sebuah penderitaan melihat perubahan sikap fans yang awalnya mendukung, namun kini murung. Sekali lagi, sepak bola kini semakin jauh dari kata "sabar" karena perubahan begitu cepat, persaingan tak menunggu adaptasi yang lama.

Martin Luther King Jr pernah berkata, "Kebencian itu menghancurkan, cinta itu membangun." Di dunia sepak bola, keduanya seperti berjarak sehelai rambut. @Weshley Hutagalung

Sunday, November 29, 2020

Diego Maradona, Pahlawan atau Legenda Sepak Bola?

 Ada sebuah ungkapan dalam sepak bola, "pemain hebat mencermati situasi, tetapi pemain brilian menciptakan situasi tersebut." Di mana posisi Diego Armando Maradona?

Seperti apa kita melepas kepergian Diego Maradona yang kembali menghadap Sang Pencipta pada Rabu, 25 November 2020 dalam usia 60 tahun?

Bagi yang belum pernah menyaksikan Diego Maradona beraksi di puncak kariernya, mungkin kepergian Maradona sama artinya dengan terhanyut dalam berita-berita duka sepak bola dunia.

Tetapi, bila mau melihat rekaman-rekaman pertandingan Maradona, baik di timnas Argentina atau bersama FC Barcelona dan Napoli, melepas kepergian Maradona memang membawa kita kepada pertanyaan: di mana posisi Maradona pada ungkapan di atas?

Ungkapan bombastis legenda sepak bola Inggris, Sir Bobby Robson, bisa mempertegas posisi Maradona. Katanya, "Bahkan, bersama Maradona, Arsenal bisa saja menjadi juara Piala Dunia."

Arsenal, sebuah klub sepak bola di Inggris, menjadi juara Piala Dunia, arena tim nasional terbaik di muka bumi berlaga? Jelas tidak mungkin! Tapi, bersama Maradona seolah semuanya menjadi mungkin. Itulah penggambaran talenta El Diego di dunia sepak bola.

Di masa puncak kariernya, Diego Maradona memang seolah bisa menentukan hasil terbaik untuk timnas Argentina dan Napoli. Tentu sebuah ungkapan yang berlebihan. Tetapi, itulah pengakuan terhadap pesepak bola bertalenta tinggi yang layak disebut legenda.

Bersama Maradona di lapangan, seluruh anggota tim seolah mendapat suntikan kepercayaan diri dan memiliki pusat solusi dalam diri El Diego. Ketika menemui kebuntuan, percayakan saja pada Maradona untuk mencari jalan keluar. Ia akan menciptakan situasi di lapangan bagi kebutuhan timnya. Berapa banyak pesepak bola yang ada pada posisi seperti itu?

"Pahlawan itu datang dan pergi. Tetapi, legenda akan bertahan selamanya." Begitu mantan bintang basket Amerika, Kobe Bryant, pernah berkata semasa hidupnya.

Legenda itu tidak dilahirkan begitu saja, melainkan lewat kumpulan perbuatan yang kerap melampaui akal dan pikiran banyak orang. Selamat jalan, legenda! @Weshley Hutagalung

Sunday, November 15, 2020

Seperti Ibrahimovic, Usia Tak Membelenggu Harapan

"Saya pikir, saya ini seperti anggur. Semakin tua, kualitasnya semakin baik." Adalah Zlatan Ibrahimovic yang mengeluaran pernyataan ini ketika banyak keraguan terhadap kontribusinya seiring usia yang tak lagi muda.

Pada 3 Oktober 2020, Zlatan Ibrahimovic berusia 39 tahun. Bukan usia muda untuk bermain di level elite sepak bola Eropa... apalagi menjadi tumpuan serangan tim. Tapi, bagi Ibra, usia "hanyalah angka".

Ketika Serie A 2020-2021 memasuki pekan ke-7, Zlatan Ibrahimovic mempersembahkan 8 gol bagi AC Milan. Tujuh gol itu dicetak dalam 5 pertandingan. Atas pencapaian Milan memimpin klasemen di pekan ke-7, siapa yang menduga sebelumnya?

Mundur dalam satu dekade terakhir, kekuatan Milan memang seperti hilang ditelan bumi setelah meraih scudetto musim 2010-2011 dan runner-up 2011-2012. Bahkan, di pengujung musim 2014-2015 Milan bertengger di peringkat ke-10.

Di sinilah peran besar Ibrahimovic mengembalikan posisi Milan sebagai tim yang pantas disegani di Italia (bahkan Eropa). Ibra membantu Milan pada pencapaian 24 laga kompetitif tak terkalahkan... sebelum akhirnya dihentikan klub Prancis, Lille, di ajang Liga Europa, 5 November 2020, dengan skor 0-3 di markas sendiri.

Membandingkan usia dan peran Ibra, mari melihat sepak terjang Wayne Rooney. Mantan striker timnas Inggris dan Man. United ini berisia 35 tahun pada 24 Oktober 2020. Rooney tersingkir dari pertarungan elite sepak bola dengan bergabung bersama Derby County, di kompetisi Championship alias Divisi II Liga Inggris.

Masih ingat David Villa? Striker yang pernah membela Valencia dan Barcelona ini sudah pensiun pada 13 November 2019 setelah membela klub Jepang, Vissel Kobe. Kini, ia berusia 38 tahun.

Jelas bukan pekerjaan sederhana bagi pemain di atas usia 35 tahun untuk tetap menjadi andalan timnya. Fokus dan komitmen Ibra pada profesinya sebagai pesepak bola tak bisa dipungkiri berperan membawanya pada posisi sekarang ini. Ia tak mudah mengalah hanya karena usia.

Ada kata-kata bijak soal usia ini, bukan mengarah pada penyangkalan, namun berusaha menjaga kualitas produktivitas. "Anda akan terlihat muda seperti keyakinan Anda, tua seperti keragu-raguan Anda. Anda muda seperti bagaimana kepercayaan diri Anda dan tua layaknya ketakutan Anda."

Tak hanya itu, mari cermati ungkapan berikut ini: "Kita muda seperti harapan yang kita punya. Keputusasaan kita memperlihatkan ketuaan kita." Mari belajar menjaga harapan dari Ibra. @Weshley Hutagalung

Monday, November 2, 2020

Dalam Olahraga, Diam Tak (Selalu) Berarti Emas

Kata orang, diam itu adalah emas. Tetapi, di dunia olahraga diam itu sama dengan kegagalan. Bagaimana mungkin di dalam satu tim sepak bola ada pemain yang tidak mau saling berkomunikasi?

Kisah Karim Benzema dan Vinicius Junior di kubu Real Madrid adalah sebuah pembelajaran bagi kita yang ingin mencapai hasil maksimal bersama rekan setim.

Ketika terkuak rumor Benzema ogah mengoper bola ke Vinicius. Bahkan saat break, ia meminta rekannya yang lain, Ferland Mendy, agar tidak memberikan bola ke Vinicius di laga melawan Borussia Moenchengladbach.

Di pertandingan melawan Moenchengladbach (2-2), Benzema melakukan 47 sentuhan bola. Vinicius Junior sedikit di bawahnya, 46 sentuhan. Namun, hanya 3 kali Benzema memberikan bola ke Vinicius, dan semuanya terjadi di babak I.

Bagaimana mungkin ada 2 pemain dalam tim yang tidak saling percaya dan bergerak seirama demi mencapai tujuan bersama?

Situasi di antara Benzema dan Vinicius memang diberitakan sudah mencair. Keduanya bahu-membahu membawa Real Madrid mengalahkan Huesca 4-1 di ajang La Liga 3 hari setelah kejadian di Gladbach.

Sebagai pelatih Real Madrid, wajar bila Zinedine Zidane dikejar wartawan atas situasi di dalam timnya, apalagi bila ada pemain tidak mau bekerja sama.

Menarik jawaban Zidane yang menegaskan betapa pentingnya komunikasi di antara pemain dan apa yang terjadi di lapangan tetap di lapangan. Tak boleh ada pemain yang mendiamkan masalah, karena di dalam olahraga, diam itu berarti celaka.

Legenda bisbol Amerika, Babe Ruth, punya perumpaan tentang betapa pentingnya komunikasi di antara pemain dalam tim. Tanpa ada komunikasi, tak mungkin terjalin kerja sama dan rasa percaya.

"Bila Anda memiliki kumpulan individu berstatus pemain bintang di dalam tim namun mereka tidak bermain sebagai tim, klub Anda tidak berharga sama sekali. Cara bermain sebuah tim menentukan kesuksesannya."

Bila membaca-baca dari beberapa nasihat, komunikasi di dalam tim artinya semua anggota berhak menyuarakan isi pemikiran dan ide mereka. Bila kita merasa ada anggota tim yang minim kontribusi, sebaiknya kita mencari tahu apa alasan dan penyebab sesungguhnya.

Benarkah tudingan Benzema bahwa Vinicius tidak fokus pada tim dan merusak pola permainan yang disusun demi meraih kemenangan? Bila tidak ada komunikasi di antara mereka, akan sulit bagi Zidane menerapkan strategi yang melibatkan Benzema dan Vinicius. Kalau sudah begini, siapa yang dirugikan? @Weshley Hutagalung