Saturday, February 20, 2021

Lionel Messi, antara Pilihan dan Kebahagiaan

Seseorang pernah berkata, "Kamu bebas dalam menjatuhkan pilihan. Namun, kamu tak akan leluasa menentukan dampak dari pilihan itu." Saya terbayang Lionel Messi, FC Barcelona, Manchester City, dan Paris Saint-Germain.

Katanya, hidup itu adalah pilihan. Sejak pagi hari, kita punya pilihan untuk meneruskan tidur atau bangun dan memulai beraktivitas.

Begitu juga dalam perjalanan. Dalam mencapai tujuan, kita punya pilihan menempuh jalan yang dianggap akan lebih lancar atau memilih jalur lain dengan sejumlah alasan.

Memutuskan pilihan kerap menjadi ujian di mana level seorang atlet. Misalnya pebasket. Saat menguasai bola, ia harus memutuskan apakah akan mendribel bola, mengoper ke rekan, atau mencoba melempar ke ring lawan. Salah mengambil mengambil keputusan, siapa yang merasakan dampaknya?

Konsekuensi dari pilihan kita tentu memiliki risiko. Bahkan, dampaknya tidak hanya dirasakan sendiri, banyak orang harus ikut menanggung akibat dari pilihan kita itu. Seperti halnya Lionel Messi. Bisa membayangkan perasaan fans Barcelona yang menunggu keputusan Messi?

Setelah batal keluar dari FC Barcelona di akhir musim 2019-2020, apa keputusan yang akan diambil Lionel Messi setelah Liga Spanyol 2020-2021 kelar?

Tentu Messi punya beberapa opsi, walau yang mencuat ada 3. Pertama, bertahan di Barcelona. Kedua, memilih Paris Saint-Germain di Prancis. Ketiga, mengikuti panggilan Pep Guardiola di Manchester City.

Memutuskan sebuah pilihan bisa berarti mengembangkan dan memaksimalkan potensi yang kita miliki. Di manakah Messi akan terus mengembangkan talenta yang ia miliki?

Memiliki berbagai pilihan tentu berarti punya kesempatan membangun harapan yang lebih baik. Tak mungkin Messi mengambil keputusan kalau bukan karena ingin membawa ia dan keluarganya kepada kehidupan yang lebih baik.

Apapun keputusan Messi, ia tentu memperhitungkan dampaknya. Bertahan di tempat ia menjadi "raja" ketika merasa sudah tercukupi segalanya atau keluar dari zona nyaman dan memilih kehidupan baru dengan menguji kemampuan beradaptasi demi sebuah tujuan bernama: kebahagiaan! @Weshley Hutagalung

Tuesday, February 16, 2021

Liverpool Terkapar Bukan Pilihan

Juara bertahan Premier League kalah 3 pertandingan beruntun! Bukan hal biasa, tetapi bukan berarti putus asa. Begitu pesan yang ingin disampaikan Juergen Klopp, arsitek tim Liverpool FC.

Setelah kalah 1-3 di markas Leicester City (sebelumnya di Stadion Anfield kalah 0-1 menjamu Brighton & Hove Albion serta 1-4 dari Manchester City), sosok yang paling mendapatkan sorotan adalah Juergen Klopp.

Ya, manajer yang mengakhiri puasa gelar juara Liga Inggris selama 30 tahun itu seperti duduk di kursi pengadilan. Seolah, kemarau prestasi Liverpool di Premier League yang diakhiri lewat gelar juara musim 2019-2020 tak lagi menyisakan puja dan puji bagi Klopp.

Sudah habiskah serbuk ajaib Juergen Klopp di Liverpool? Apakah tak ada lagi taktik dan strategi permainan Liverpool yang mengejutkan lawan? Tekanan terhadap kepemimpinan Klopp diikuti dengan sejumlah dukungan.

Setelah kekalahan dari Leicester City pada Sabtu (13/4/2021), muncul spanduk-spanduk mendukung keberadaan Klopp di sekitaran Stadion Anfield.


Reaksi Klopp? Sungguh menarik. Ia mengaku berterima kasih atas spanduk dukungan itu, namun menurutnya hal tersebut tak perlu dilakukan. Bagi Klopp, saat ini bukan dia yang butuh dukungan khusus.

Juergen Klopp bersikeras, hal terakhir yang ingin ia lakukan ketika tim sedang terpuruk adalah curhat pribadi ketika sedang melakukan jumpa pers bersama tim.

"Ya, Liverpool sedang mengalami masa berat. Namun, kami selalu menyelesaikan masalah tim sebagai sebuah keluarga, 100 persen begitu!" Sebuah ucapan tegas dari Klopp saat jumpa pers seperti diberitakan BBC.

Liverpool jelas bukan tanpa masalah ketika hasilnya sangat buruk. Pilar-pilar di pertahanan cedera, dan Klopp memainkan variasi komposisi yang harus diakui belum menemukan ritme dan komunikasi yang pas... termasuk bagi kiper Alisson Becker.

Menang sebagai tim, kalah pun sebagai sebuah tim. Bukan nasihat yang baru, namun kerap dilupakan saat kekejaman olahraga menggerus yang namanya "kepercayaan dan kesabaran".

Tak ada pelatih yang mau melihat tim asuhannya terpuruk berkepanjangan. Begitu pula para pemain, kekalahan adalah sesuatu yang sangat dihindari di laga berikut. Ada tanggung jawab profesional, termasuk menjaga harapan dan kegembiraan yang ada pada seluruh pendukung Liverpool di dunia.

Mengalami kejatuhan adalah sebuah kecelakaan. Bila kita memilih nasib akan selalu jatuh dan terkapar, jelas itu sebuah pilihan. Liverpool bakal berhasil bangkit? Waktu yang akan memberikan jawabannya. @Weshley Hutagalung

Saturday, February 6, 2021

Timo Werner, antara Karakter dan Adaptasi

Katanya, karakter seseorang itu tidak bisa dibangun dalam waktu singkat. Butuh pengorbanan dan waktu dalam menemukan karakter yang tepat. Benarkah Timo Werner kehilangan karakternya di Chelsea?

Timo Werner pindah dari RB Leipzig pada Juni 2020 dengan ekpektasi besar terhadap ketajamannya sebagai penyerang. Harganya mahal, 47,5 juta pound. Ekspektasi terhadapnya sangat tinggi untuk kembali membawa The Blues berada di jalur juara Premier League.

Namun, Frank Lampard seolah kesulitan mengeluarkan kemampuan terbaiknya... hingga akhirnya Lampard dipecat Chelsea. Apakah manajer pengganti Lampard, yang sesama warga Jerman, Thomas Tuchel, bisa menemukan dan mengeluaran kembali karakter bermain Timo Werner di Chelsea?

Dalam 21 pertandingan Liga Inggris membela Chelsea (18 sebagai starter), Timo Werner hanya mencetak 4 gol. Bandingkan dengan jumlah 28 gol dalam 34 pertandingan musim 2019-2020 bersama Leipzig di Bundesliga.

Menarik membaca komentar mantan pemain Chelseal asa Jerman, Michael Ballack, tentang perjuangan Werner di portal Metro.

Di Leipzig, Timo Werner memang bermain dengan ruang lebih leluasa baginya. Para gelandang di sana rajin melayaninya dengan operan-operan yang membuat Werner bisa memaksimalkan karakter bermainnya. Apa itu?

Karakter Timo Werner yang dikenal sebelum pindah ke Chelsea: penyelesaian akurat, berani melepaskan tembakan jarak jauh, operan yahud dalam membongkar pertahanan lawan, penguasaan bola yang apik, dan piawai melewati lawan. Hentakan larinya dalam mengelabui lawan kerap menghasilkan gol bagi timnya.

Tapi, permainan Chelsea jelas berbeda dengan Leipzig. The Blues tergolong tim yang tinggi dalam penguasaan bola, tidak sesegera melepaskan bola ke daerah pertahanan lawan di mana Timo Werner siap memainkan perannya. Apakah Chelsea bersama Tuchel akan berubah guna mengoptimalkan keberadaan Werner? Atau Timo Werner-lah yang menemukan karakter yang cocok bersama The Blues?

Menemukan dan membangun karakter memang akan menjadikan seseorang lebih maksimal memainkan perannya. Namun, ketika terjadi perubahan, adaptasi dan penyesuaian karakter sangat dibutuhkan, terlebih ketika waktu yang kita miliki tergolong singkat, seperti halnya Timo Werner di Chelsea. @Weshley Hutagalung