Thursday, December 6, 2018

Tidak Mudah Memuaskan Semua Pihak

Foto: Cindy Pareira

“Sebagai pembawa acara olahraga di televisi, termasuk sepak bola, presenter bertugas tidak hanya sebagai pembuka dan penutup acara. Juga punya posisi tersendiri di antara kedua kubu yang bertanding.”

“Salam olahraga.” Dengan gaya dan suara yang khas, Ibnu Jamil memperlihatkan karakternya sebagai pembawa acara olahraga di RCTI kepada mahasiswa Fikom Universitas Mpu Tantular, Jakarta, Rabu (5/12/2018).
Selain sebagai aktor dan bintang iklan, Ibnu Jamil memang dikenal sebagai salah satu sports caster di televisi.
“Bagaimana mau menjadi presenter olahraga? Anda terlebih dahulu harus mencintai olahraga dan tak pernah segan belajar dari banyak pihak,” ujar Ibnu Jamil. "Jangan merasa cepat puas."
Menjalin hubungan yang baik dengan nara sumber adalah salah satu kiat Ibnu Jamil memperlancar pekerjaan di depan kamera televisi, apalagi ketika harus bekerja dini hari.
Tidak melulu harus meriah, sports caster juga perlu dibekali informasi-informasi yang membuat penonton acara tersebut menjadi lebih tahu dan paham terhadap situasi. Jangan hanya menceritakan apa yang penonton juga saksikan.
Dari para peserta acara bertajuk “Media Massa dan Tanggung Jawab Olahraga” itu, ada pertanyaan yang membuat Ibnu Jamil harus memberikan penjelasan secara bijak.
“Harus saya akui, tidak mudah untuk memuaskan semua pihak yang menonton acara ketika saya bertugas sebagai presenter. Masing-masing penonton memiliki kesukaan yang tidak bisa kita puaskan.”
Hanya, Ibnu punya penegasan kepada mahasiswa, termasuk sejumlah mahasiswi yang berkali-kali mengarahkan kamera telepon seluler mereka ke arahnya.
“Yang penting itu, kamu memiliki karakter yang kuat. Tampang ganteng dan cantik itu relatif dan bisa tergantikan oleh orang lain. Ya kan? Namun, bila kamu memiliki karakter yang kuat dan khas, saya yakin karier kamu akan panjang,” ucapnya.
Foto: Cindy Pareira
Sebagai bagian dari SPORTAKUS yang membawa misi “Sports Responsibility”, Ibnu Jamil juga menularkan virus positif olahraga di hadapan para peserta, baik mahasiswa maupun pengajar di Kampus Universitas Mpu Tantular.
Katanya, “Jangan karena berbeda klub kecintaan kemudian kita kehilangan persaudaraan. Bijak-bijaklah menyampaikan informasi di media sosial, karena kita semua punya hak untuk berbeda klub kesukaan.”
Betul. Dalam perebutan gelar juara kan harus ada yang kalah dan menang. Masak kedua tim bertanding dan kemudian sama-sama menang. Gak lucu, ah.
Kita yang menonton juga harus siap untuk menerima hasil di lapangan, sepertinya para atlet yang berlaga.
Apa jadinya olahraga bila kekalahan selalu dianggap sebagai aib dan akhir dari kehidupan? Bukankah olahraga memberikan kesempatan untuk memperbaiki kesalahan dan kegagalan? @weshley
Foto: Cindy Pareira

Ayo Berpetualang Meliput Sepak Bola

Foto: Cindy Pareira
Jangan pernah berhenti bermimpi. Dari mimpi itulah kita bisa mewujudkan hal yang semula dianggap mustahil.”

Ucapan rekan saya dari Boladoang.com, Haris Pardede, sungguh menyita perhatian puluhan mahasiswa Universitas Mpu Tantular, Jakarta, yang berkumpul pada pada Rabu (5/12/2018) siang hingga matahari terbenam itu.
Dalam sebuah kegiatan bertemakan “Media Massa dan Tanggung Jawab Olahraga”, saya dan Haris Pardede menjadi salah satu pembawa materi selain jurnalis senior dari Harian Sindo dan aktor sekaligus presenter olahraga Ibnu Jamil.
Dengan mengusung misi “Sports Responsibility”, kami yang tergabung dalam SPORTAKUS memang ingin berbagi dan menyebarkan filosofi olahraga di semua aspek kehidupan kita. Termasuk kepada rekan-rekan mahasiswa.
Haris, pemilik sekaligus Pemimpin Redaksi Boladoang.com bercerita bagaimana dirinya bepergian ke berbagai kota dan negara untuk meliput event olahraga, termasuk sepak bola.
Haris hadir di final Liga Champions, final Liga Europa, ajang Piala FA di Inggris hingga Piala Eropa dan Piala Dunia.
Modalnya? Bukan melulu apsek finansial, melainkan diawali oleh mimpi dan mengembangkan bakat yang dimiliki untuk “dijual” kepada pihak lain.
“Dulu,” katanya begitu dengan nada sedikit malu, “Saya hanya bisa bermimpi dan kagum saat membaca tulisan wartawan-wartawan senior yang biasa meliput event bergengsi dan mewawancarai atlet kelas dunia.”
Apakah mimpi tinggal mimpi? Tidak. Haris Pardede mewujudkannya dengan memulai dari berbagai modal yang ia miliki. 
Setidaknya, relasi yang terjaga bisa dikembangkan menjadi “rekan bisnis” yang memudahkannya meraih mimpi: meliput event kelas dunia.
Membuat program dan menawarkan proposal dengan berbagai content liputan ke beberapa pihak, termasuk televisi, ternyata menjadi salah satu jalan Haris Pardede kemudian dikenal sebagai penulis dan peliput event-event sepak bola di luar  negeri. Menarik enggak tuh?
Haris bercerita, bukan tak mungkin dirinya hanya keluar uang 10 persen dari total dana yang dibutuhkan untuk liputan di luar negeri dalam kurun beberapa hari. Sisanya? Sudah ditutupi oleh pihak sponsor, mungkin satu atau bisa juga dua hingga tiga sponsor yang berminat.
“Yang penting, jangan pernah berhenti untuk memulai sesuatu yang kalian suka dan impikan. Tentu selama impian itu masuk akal dan bisa membawa kebaikan” begitu katanya. Setuju? @weshley
Foto Cindy Pareira

Olahraga Punya Kekuatan, Mau Dipakai untuk Apa?

Foto: Cindy Pareira

"Media dan olahraga tidak bisa dipisahkan. Satu penyambung lidah, satu lagi pemersatu bangsa. Jangan sampai dipelintir apalagi dipolitisir. Untuk generasi muda, jangan takut jadi kuli tinta, sukses bisa diraih jika Anda lakukan dengan cinta.”

Kalimat ini begitu menyentuh saya ketika bersama rekan-rekan dari SPORTAKUS berbagi ilmu dan pengalaman di kampus Universitas Mpu Tantular, Jakarta, pada Rabu (5/12/2018).
          Acara berlangsung lebih lama dari yang dijadwalkan panitia dan kami perkirakan. Mungkinkah karena materi yang menarik atau pembawa materinya? He... he... he.
Bersama jurnalis sekaligus pengamat sepak bola Maruf El Rumi dan Haris Pardede, serta aktor dan sports caster Ibnu Jamil, kami membawakan materi “Media Massa dan Tanggung Jawab Olahraga” di hadapan puluhan mahasiswa komunikasi Mpu Tantular, Jakarta.
Dengan mengusung misi “Sports Responsibility”, kami yang tergabung dalam SPORTAKUS ingin berbagi dan menyebarkan filosofi olahraga di semua aspek kehidupan kita.
          Di sesi pertama, saya didaulat, dipaksa, dipercaya… atau apalah namanya oleh teman-teman untuk membawakan materi lebih dahulu.
          Temanya tak berat-berat, namun saya yakin sesuai dengan peserta acara yang oleh pihak kampus dijadikan dalam bentuk seminar.
          Benarkah media cetak kalah oleh media online? Lalu, di mana peran media sosial dalam persaingan dua media berbeda platform tersebut?
          Kalimat di alinea pembuka tulisan ini berasal dari sang moderator acara, Mbak Ajenk Ningga Citra, S.Sos, M.Si.
          Usai materi tentang bagaimana sebenarnya peran media massa dan kekuatannya saat ini di tengah turbulensi media akibat kemajuan teknologi, Ajenk menangkap dengan tepat pesan yang ingin saya sampaikan.
          Kalau Mahamatma Gandhi dan Nelson Mandela menjadikan olahraga dan sepak bola sebagai alat belajar menyampaikan kebaikan bahkan memperbaiki kerusakan, kenapa kita tidak belajar memanfaatkan the power of football untuk membangun bangsa ini?
          Pesan saya kepada para mahasiswa calon pelaku media massa atau pembentuk opini masa depan, jangan sekadar melepaskan informasi tanpa memperkuat 2 unsur dalam pemberitaan: “why dan how”.
          Plus, bila kita bekerja dengan dan penuh cinta, setidaknya informasi yang disampaikan kepada publik punya banyak tujuan kebaikan, bukan sekadar menarik perhatian.
Belajar dari Nelson Mandela bahwa sport punya kekuatan untuk mengubah dunia, menginspirasi, dan menyatukan orang banyak.
Bahwa olahraga itu bisa menciptakan harapan.
Mantan terpidana politik dan menjadi orang nomor satu di Afrika Selatan itu mengatakan dibanding pemerintah, sport punya kemampuan lebih kuat untuk memupus rasis dan perbedaan di masyarakat. Setuju?
Bila kita sepakat bahwa olahraga itu merupakan permainan para pencinta damai, kenapa kita  tidak ambil bagian di dalamnya?
Tanggal 5 Desember 2013 di Kota Johannesburg (Afrika Selatan), Nelson Mandela tutup usia di angka 95. Pada 5 Desember 2018 di Kota Jakarta, saya menyampaikan cara pandangnya dalam melihat olahraga demi kebaikan di Kampus Universitas Mpu Tantular. @weshley

Foto: Cindy Pareira