Friday, February 28, 2020

Pelatih Indonesia, Butuh Pembuktian atau Kesempatan?

(Sumber: @pengamatsepakbola)
Liga 1 2020 sebagai kompetisi teratas di Indonesia mengundang perhatian. Bukan hanya soal persiapan sejumlah klub atau laga-laga pemanasan yang "panas beneran", keberadaan pelatih juga jadi sorotan.

Mari kita fokuskan pada jumlah pelatih Indonesia yang membesut tim di Liga 1 2020. Ada berapa jumlahnya? Tujuh... perlu pakai kata "hanya" sebelum penyebutan angka 7 gak ya?

Dengan kekejaman Liga 1 2019 pada pelatih, tentu muncul bisik-bisik, "Siapakah pelatih pertama yang akan dipecat atau dipaksa mengundurkan diri?"

Mari kita lihat dulu komposisi pelatih peserta Liga 1 2020. Dari 18 klub, hanya ada 7 yang "berani" memakai jasa pelatih lokal. Mereka adalah: Barito Putera (Djadjang Nurjaman), Madura United (Rahmad Darmawan), Persebaya (Aji Santoso), Persela (Nil Maizar), Persik (Joko Susilo), Persiraja (Hendri Susilo), dan Persita (Widodo C. Putro).

Lalu, sisanya memercayakan tim mereka kepada pelatih asing. Ada 4 pelatih asal Brasil (Bali United, Borneo, Persija, Persipura) dan sisanya masing-masing satu pelatih asal Argentina (Arema), Irlandia Utara (Bhayangkara), Belanda (Persib), Belarusia (TIRA-Persikabo), Montenegro (PSIS), Kroasia (PSM), dan Serbia (PSS).

Adalah wajar bila muncul pertanyaan, "Apakah kualitas pelatih-pelatih Indonesia masih kalah jauh dari pelatih asing?"

Kalau acuannya juara, sejak Liga 1 2017, jelas prestasi pelatih lokal kalah dari kolega pendatang.

Ketiga Bhayangkara FC menjuarai Liga 1 2017, pelatihnya adalah Simon McMenemy asal Skotlandia. Walau pendampingnya kala itu adalah pelatih lokal dan disebut sangat banyak membantu: Yeyen Tumena.

Setahun berikut, Persija menjadi tim terbaik di Liga 1 2018 bersama pelatih asal Brasil, Stefano Cugurra.

Lalu, nama yang sama, Stefano Cugurra, juga muncul sebagai pelatih tim juara Liga 1 2019, yakni Bali United.

Kapan dong pelatih lokal mampu bersaing membawa timnya menjadi pemburu gelar juara? Ah, tentu budget untuk membentuk tim sangat berpengaruh untuk menjawab pertanyaan ini. Setuju kan?

Tetapi, ada pertanyaan yang juga tak kalah menarik dari pelatih sepak bola Indonesia. Katanya begini, "Pelatih Indonesia hanya disuruh memburu lisensi kepelatihan, namun tetap saja klub-klub lebih percaya pada pelatih asing. Kami kerja di mana?"

Ups... benarkah demikian? Ketika pelatih timnas Indonesia asal Korea Selatan, Shin Tae-young, mengeluhkan kemampuan mendasar skuat Garuda, termasuk kualitas mengoper bola, kepada media massa, beragam komentar muncul dan mendukung ucapan sang pelatih.

"Tak perlu pelatih asing untuk mengetahui kemampuan pesepak bola di Tanah Air. Tetapi, ketika pelatih asing yang mengatakannya, semua bereaksi. Padahal, pelatih lokal pun sudah mengeluhkan hal yang sama, entah itu teknik dan fisik," ucap seorang pelatih yang enggan namanya dimunculkan.

Hmm... menarik untuk membedah lebih dalam keberadaan pelatih asing dan nasib pelatih lokal. Apakah klub-klub kaya pemburu gelar juara berani memakai jasa pelatih Indonesia...dan tentunya punya kesabaran? #Weshley Hutagalung

* Bersambung

Friday, February 14, 2020

Tak Kaya Bukan Berarti Tak Bisa

Sheff. United (Premier League)
Liga Inggris alias Premier League memasuki paruh akhir kompetisi 2019-2020. Liverpool FC menuju singgasana juara, Sheffield United membelalakkan mata kita.

Belum, Sheffield United belum berhasil masuk zona Liga Champions. Tidak mudah, tetapi bukan mustahil. Kesederhanaan manajemen Sheffield United sungguh menghadirkan pembelajaran buat kita. Tidak mesti kaya untuk mampu berjaya.. tentu sesuai levelnya.

Dengan nilai pasar seluruh pemain yang dimiliki Liverpool mencapai 838,8 juta pound, wajar dong mereka ada di puncak klasemen. Begitu juga Manchester City dengan 724,5 juta pound.

Akan tetapi, di papan atas klasemen Liga Inggris muncul nama Sheffield United. Padahal, total market value tim ini hanyalah 84,6 juta pound. Jumlah itu menjadikan Sheff. United sebagai "tim termiskin" di Premier League musim ini.

Ketika perhitungannya diperkecil dengan melihat total market value tim hanya starting line-up, tetap saja Sheffield United ada paling bawah. Hingga pekan ke-26, nilai pasaran 11 pemain utama Sheff. United tetap berjumlah 84,6 juta pound. Siapa sangka, mereka kini ada di posisi mengintip peluang masuk zona Liga Champions, alias 4 besar.

Gak usah kita bandingkan dengan market value starting line-up Liverpool deh, kita lihat Arsenal saja. Dengan acuan yang sama, starting line-up Arsenal bernilai 408,6 juta pound. Di mana posisi Arsenal? Jauh dari zona Liga Champions. Mungkin kans mereka sudah tertutup untuk mendapatkan banyak uang dari turnamen ini.

Bahkan, bila melihat nilai pasaran Raheem Sterling di Manchester City yang mencapai 144 juta pound, tidakkah nilai seluruh tim Sheff. United yang 84,6 juta pound itu jauh dari satu pemain di kubu Manchester Biru?

Seandainya...ya seandainya Sheff. United berhasil masuk fase grup Liga Champions musim depan, sudah pasti kocek mereka akan langsung terasa berat.

Ya, selain pemasukan dari tiket penonton, hak siar TV, kontrak baru dengan sponsor, hadiah dari setiap penampilan di UEFA Champions League (UCL) 2020-2021 pasti membantu pengelolaan manajemen Sheff. United.

Anggaplah market value Sheff. United yang 84,7 juta pound itu setara dengan 102 juta euro. Ketika mereka melangkah masuk fase grup UCL, kas tim langsung bertambah 15,2 juta euro. Sekali menang di fase grup, hadiahnya 2,7 juta euro. Seri pun dapat 900 ribu.

Bayangkan bila Sheff. United melaju lebih jauh dari UCL dengan berbagai tingkatan hadiah uang yang menunggu.

Sebagai tim miskin ala Eropa, Sheffield United memperlihatkan kebersamaan dan kekompakan dalam menjaga tujuan bersama bisa mengalahkan keunggulan aspek finansial tim lain dengan sejarah besar. #Weshley Hutagalung

Tuesday, February 11, 2020

Haruskah Ada Pemain Titipan di Timnas Indonesia?

Baru-baru ini, muncul sebuah tema diskusi menarik di panggung sepak bola Indonesia. Sialnya, kembali bukan soal prestasi... melainkan kecurigaan akan kemurnian tim nasional Indonesia.

Benarkah kebenaran adanya pemain titipan di tim U-20 yang akan tampil membawa nama Indonesia di Piala Dunia U-20 tahun depan?

Isu gak sedap kembali mencoreng pengelolaan sepak bola Indonesia. Kenapa yang sering muncul dari sepak bola kita malah hal-hal yang memperkuat stigma bahwa prestasi terlalu jauh dari timnas Indonesia?

Menyambar isu yang beredar tersebut, pelatih Fakhri Husaini memposting "rahasia umum" di sepak bola kita. Ia menyinggung aib yang ada di sepak bola. Pertama soal pengaturan skor, lalu titip-menitip pemain di sebuah tim.

Lebih lanjut, mantan pelatih Indonesia U-16 dan U-19 itu menulis pendapatnya: "Jika sepanjang kariernya sebagai pemain tidak pernah menikmati keistimewaan sebagai pemain titipan, bahkan pernah menjadi korban pemain titipan, dan sepanjang kariernya sebagai pelatih juga tidak pernah menikmati keistimewaan sebagai pelatih titipan, maka saya yakin seyakin-yakinnya pelatih tersebut tidak akan pernah menolerir pemain titipan."

Benarkah sejumlah pelatih sepak bola kita "berdamai" dengan permintaan tokoh, pengurus klub, hingga pejabat negara untuk menerima pemain yang dititipkan? Bukan isu baru, namun selalu muncul di berbagai kesempatan.



Ada pelatih sepak bola berkata begini kepada saya, "Pernah saat saya melakukan seleksi pemain di tengah lapangan, ada telepon dari pejabat salah satu daerah untuk memilih anaknya." Alamak!

"Coach," ucap saya. "Tidakkah mereka peduli dengan dampaknya? Bukan tak mungkin pemain titipan itu menyingkirkan bakat dan mimpi anak yang tersingkir akibat pemain titipan itu?"

Sang pelatih berkata lagi, "Ketika mereka punya uang, punya jabatan, punya kedudukan, atau punya kedekatan dengan pejabat, demi alasan sayang anak, mereka tidak peduli mengorbankan pemain lain yang lebih berhak. Bisa jadi karena ketika mereka menjadi pejabat juga hasil titipan... seperti penyakit turunan." Jelas kan maksudnya?

Ah, pemain titipan. Bila bakatmu memang brilian, anggaplah itu merupakan jalan pintas dan "hadiah" atas karunia dari Sang Pencipta.

Tetapi, bila karena janji-janji sejumlah uang atau hadiah lain sang pelatih mengorbankan bakat sejumlah pesepak bola demi pemain titipan, akan sulit kita keluar dari stigma bahwa sepak bola Indonesia itu penuh dengan masalah dan jauh dari prestasi.

Ke mana integritas dan kebanggaan kita sebagai pelatih? Bukankah integritas yang akan menentukan seberapa tinggi nilai kita dan respect dari orang lain? #Weshley Hutagalung