Baru-baru ini, muncul sebuah tema diskusi menarik di panggung sepak bola Indonesia. Sialnya, kembali bukan soal prestasi... melainkan kecurigaan akan kemurnian tim nasional Indonesia.
Benarkah kebenaran adanya pemain titipan di tim U-20 yang akan tampil membawa nama Indonesia di Piala Dunia U-20 tahun depan?
Isu gak sedap kembali mencoreng pengelolaan sepak bola Indonesia. Kenapa yang sering muncul dari sepak bola kita malah hal-hal yang memperkuat stigma bahwa prestasi terlalu jauh dari timnas Indonesia?
Menyambar isu yang beredar tersebut, pelatih Fakhri Husaini memposting "rahasia umum" di sepak bola kita. Ia menyinggung aib yang ada di sepak bola. Pertama soal pengaturan skor, lalu titip-menitip pemain di sebuah tim.
Lebih lanjut, mantan pelatih Indonesia U-16 dan U-19 itu menulis pendapatnya: "Jika sepanjang kariernya sebagai pemain tidak pernah menikmati keistimewaan sebagai pemain titipan, bahkan pernah menjadi korban pemain titipan, dan sepanjang kariernya sebagai pelatih juga tidak pernah menikmati keistimewaan sebagai pelatih titipan, maka saya yakin seyakin-yakinnya pelatih tersebut tidak akan pernah menolerir pemain titipan."
Benarkah sejumlah pelatih sepak bola kita "berdamai" dengan permintaan tokoh, pengurus klub, hingga pejabat negara untuk menerima pemain yang dititipkan? Bukan isu baru, namun selalu muncul di berbagai kesempatan.
Ada pelatih sepak bola berkata begini kepada saya, "Pernah saat saya melakukan seleksi pemain di tengah lapangan, ada telepon dari pejabat salah satu daerah untuk memilih anaknya." Alamak!
"Coach," ucap saya. "Tidakkah mereka peduli dengan dampaknya? Bukan tak mungkin pemain titipan itu menyingkirkan bakat dan mimpi anak yang tersingkir akibat pemain titipan itu?"
Sang pelatih berkata lagi, "Ketika mereka punya uang, punya jabatan, punya kedudukan, atau punya kedekatan dengan pejabat, demi alasan sayang anak, mereka tidak peduli mengorbankan pemain lain yang lebih berhak. Bisa jadi karena ketika mereka menjadi pejabat juga hasil titipan... seperti penyakit turunan." Jelas kan maksudnya?
Ah, pemain titipan. Bila bakatmu memang brilian, anggaplah itu merupakan jalan pintas dan "hadiah" atas karunia dari Sang Pencipta.
Tetapi, bila karena janji-janji sejumlah uang atau hadiah lain sang pelatih mengorbankan bakat sejumlah pesepak bola demi pemain titipan, akan sulit kita keluar dari stigma bahwa sepak bola Indonesia itu penuh dengan masalah dan jauh dari prestasi.
Ke mana integritas dan kebanggaan kita sebagai pelatih? Bukankah integritas yang akan menentukan seberapa tinggi nilai kita dan respect dari orang lain? #Weshley Hutagalung
Benarkah kebenaran adanya pemain titipan di tim U-20 yang akan tampil membawa nama Indonesia di Piala Dunia U-20 tahun depan?
Isu gak sedap kembali mencoreng pengelolaan sepak bola Indonesia. Kenapa yang sering muncul dari sepak bola kita malah hal-hal yang memperkuat stigma bahwa prestasi terlalu jauh dari timnas Indonesia?
Menyambar isu yang beredar tersebut, pelatih Fakhri Husaini memposting "rahasia umum" di sepak bola kita. Ia menyinggung aib yang ada di sepak bola. Pertama soal pengaturan skor, lalu titip-menitip pemain di sebuah tim.
Lebih lanjut, mantan pelatih Indonesia U-16 dan U-19 itu menulis pendapatnya: "Jika sepanjang kariernya sebagai pemain tidak pernah menikmati keistimewaan sebagai pemain titipan, bahkan pernah menjadi korban pemain titipan, dan sepanjang kariernya sebagai pelatih juga tidak pernah menikmati keistimewaan sebagai pelatih titipan, maka saya yakin seyakin-yakinnya pelatih tersebut tidak akan pernah menolerir pemain titipan."
Benarkah sejumlah pelatih sepak bola kita "berdamai" dengan permintaan tokoh, pengurus klub, hingga pejabat negara untuk menerima pemain yang dititipkan? Bukan isu baru, namun selalu muncul di berbagai kesempatan.
Ada pelatih sepak bola berkata begini kepada saya, "Pernah saat saya melakukan seleksi pemain di tengah lapangan, ada telepon dari pejabat salah satu daerah untuk memilih anaknya." Alamak!
"Coach," ucap saya. "Tidakkah mereka peduli dengan dampaknya? Bukan tak mungkin pemain titipan itu menyingkirkan bakat dan mimpi anak yang tersingkir akibat pemain titipan itu?"
Sang pelatih berkata lagi, "Ketika mereka punya uang, punya jabatan, punya kedudukan, atau punya kedekatan dengan pejabat, demi alasan sayang anak, mereka tidak peduli mengorbankan pemain lain yang lebih berhak. Bisa jadi karena ketika mereka menjadi pejabat juga hasil titipan... seperti penyakit turunan." Jelas kan maksudnya?
Ah, pemain titipan. Bila bakatmu memang brilian, anggaplah itu merupakan jalan pintas dan "hadiah" atas karunia dari Sang Pencipta.
Tetapi, bila karena janji-janji sejumlah uang atau hadiah lain sang pelatih mengorbankan bakat sejumlah pesepak bola demi pemain titipan, akan sulit kita keluar dari stigma bahwa sepak bola Indonesia itu penuh dengan masalah dan jauh dari prestasi.
Ke mana integritas dan kebanggaan kita sebagai pelatih? Bukankah integritas yang akan menentukan seberapa tinggi nilai kita dan respect dari orang lain? #Weshley Hutagalung
No comments:
Post a Comment