Sunday, January 31, 2021

Belajar Mengatasi Kemustahilan dari Newcastle United

"Yang dirasakan sulit itu terlihat tidak mungkin hingga kita berhasil melakukannya... impossible until it’s done." Familiar dengan kalimat ini? Newcastle United seolah mengingatkan kita akan nasihat Nelson Mandela.

Dua gol Callum Wilson ke gawang Everton, tim tuan rumah, Sabtu (30/1/2021), membawa kemenangan 2-0 bagi Newcastle United... plus catatan khas soal produktivitas mereka di Premier League 2020-2021.

Apa itu? Ternyata, 81 persen gol Newcastle United di Liga Inggris musim ini tercipta di babak II. Ya, sebanyak 17 dari 21 gol dicetak setelah istirahat. Apa yang dapat kita pelajari dari statistik ini?

Seperti nasihat Nelson Mandela, tokoh dunia asal Afrika Selatan, sesuatu yang terlihat mustahil itu terkadang menjadi kekuatan kita selama kita mau dan terus melakukannya.

Bagi saya, kemustahilan itu adalah bagaimana Mandela mengampuni, berdamai, lalu bekerja sama dengan mereka yang memenjarakan dirinya selama 27 tahun akibat perbedaan politik. Tapi, bagi Nelson Mandela hal itu bukan mustahil. Ia terus mencoba mengampuni demi membangun negaranya. Tak ada dendam yang membawa kedamaian.

Musim ini, Newcastle United memang terus berjuang keluar dari papan bawah. Dari 21 pertandingan, hanya ada 6 kemenangan yang didapat. Tetapi, apa yang diperlihatkan pasukan The Magpies dalam usaha mencetak gol pantas kita apresiasi dan terapkan dalam kehidupan.

Bila hanya memperhitungkan hasil di babak I dari 21 pertandingan itu, Newcastle United cuma punya 2 kemenangan dan masuk zona degradasi.

Gagal dan gagal mencetak gol di babak I tak berarti pemain Newcastle menyerah di babak II. Data bahwa mereka menjadi tim paling produktif di babak II menunjukkan pada kita bahwa tidak ada kegagalan kecuali memang kita tidak mau mencobanya. Lagi pula, sepak bola 'kan 2x45 menit. @Weshley Hutagalung

Saturday, January 16, 2021

Pensiun Tak Berarti Rampung

Mau ke mana Wayne Rooney setelah memutuskan gantung sepatu di usia 35 tahun? Bagi sebagian atlet, pensiun adalah fase menakutkan ketika pusaran angin ketidakpastian menghadang.

Jumat, 15 Januari 2021, mantan kapten tim nasional Inggris, Wayne Rooney, mengumumkan pensiun sebagai pesepak bola profesional. Klub terakhir yang melepasnya pergi dari hiruk pikuk panggung bal-balan adalah Derby County.

Di kenal sebagai striker produktif semasa membela Manchester United dan timnas Inggris, akan menjadi apa Rooney setelah pensiun? Sebuah pertanyaan yang kalau diarahkan ke atlet Indonesia bisa menjadi meriam yang menembakkan peluru kekhawatiran. Ada "waswas" dengan 100 tanda seru.

Ya, tidak mudah bagi atlet, terutama yang berprestasi, untuk meneruskan kehidupannya yang nyaman serta penuh pemberitaan setelah memutuskan pensiun. Terkadang, waktu yang dijalani dari kecil hingga puncak karier hanyalah latihan... latihan.. bertanding... dan bertanding.

Bagaimana dengan seseorang yang memutuskan menjadi atlet namun gagal berprestasi tinggi dan kemudian pensiun? Mereka menghadapi rasa "waswas" dengan 1.000 tanda seru... bahkan lebih.

Pada usia 35 tahun, Wayne Rooney pensiun. Terlalu cepat? Bisa ya, bisa tidak. Jawaban ya tentu muncul bila membandingkan dengan Zlatan Ibrahimovic yang menjadi andalan AC Milan di usia 39 tahun.

Namun bagi sebagian atlet, persaingan di kompetisi yang padat dan sangat kompetitif terasa berat begitu usia mencapai 35 tahun atau kebugaran serta berat saat badan tak lagi proporsional.

Banyak atlet yang masih "sukses" setelah pensiun, namun ada juga yang memasuki masa suram. Lihat saja pesepak bola Inggris yang penuh bakat di era 1980-1990-an, Paul Gascoigne.

Sukses sebagai pemain, karier kepelatihannya gagal. Hidupnya berantakan akibat ketergantungan terhadap minuman keras, plus tersandung sejumlah masalah hukum.

Persiapan. Itulah kata kunci ketika seseorang hendak memasuki masa purnakarya... di bidang apapun pekerjaannya. Kita mungkin berstatus pensiun dari pekerjaan, namun tidak demikian dengan pikiran.

Persiapan yang baik membuat masa pensiun menjadi awal sebuah petualangan kehidupan baru yang tetap produtif, berguna, serta berpengharapan. Setuju? @Weshley Hutagalung

Sunday, January 10, 2021

Canda di Tengah Bencana, Kok Bisa?

Jangan pernah menjadikan duka dan petaka orang lain sebagai bahan canda. Sebuah nasihat yang mengingatkan kita arti kemanusiaan. Olahraga juga mengenal batasan bercanda.

Ingatlah kapan saatnya bercanda dan kapan berperilaku sebagai manusia yang "manusiawi". Hati saya gelisah membaca konten-konten yang menjadikan bencana jatuhnya Sriwijaya Air SJ 182 rute penerbangan Jakarta-Pontianak, Sabtu (9/1/2021) sebagai bahan candaan di media sosial.

Tak adakah hati nurani tersisa di tengah-tengah pesatnya perubahan dunia akibat kemajuan teknologi?

Ketika ratusan keluarga berteriak minta tolong pada Tuhan agar ada keajaiban bagi keluarganya yang berada di penerbangan itu, kenapa ada sebagian dari kita yang menganggapnya sebagai "bahan konten" untuk mencari perhatian? Canda di tengah petaka. Sudah hilangkah kemanusiaan mereka?

Bukankah kita seharusnya menjaga perilaku dan watak penyayang yang memang diciptakan sebagai ciri manusia? Kemampuan menjaga sisi kemanusiaan itu menunjukkan pengalaman dan tujuan hidup kita. Bercanda di tengah bencana? Sungguh durhaka!

Seorang pelatih pernah berkata pada saya bahwa pesepak bola muda Indonesia kerap lupa tujuan mereka memilih sepak bola. Bila ingin bermain sepak bola dengan baik dan benar, seharusnya mereka paham kapan saatnya berhenti bercanda.

"Ketika sudah mengenakan seragam latihan dan sepatu sepak bola, bagaimana mungkin mereka masih menyempatkan diri membuat konten sambil tertawa-tawa di lapangan?" Begitu katanya.

Bahkan, usai menelan kekalahan dari pertandingan resmi pun masih ada pesepak bola kita yang tak sungkan bercanda di antara mereka serta membuat konten seolah kemenangan ada di pihak mereka.

Seperti halnya kehidupan, olahraga pun mengenal batas canda... waktu dan peristiwa.

Bencana jatuhnya pesawat Sriwijaya Air tak sepantasnya disikapi dengan canda. Kita sungguh berduka atas hilangnya banyak nyawa. Kita berdoa untuk keselamatan dan peristirahat akhir para korban, serta kekuatan bagi keluarga yang ditinggalkan. @Weshley Hutagalung