Jangan pernah menjadikan duka dan petaka orang lain sebagai bahan canda. Sebuah nasihat yang mengingatkan kita arti kemanusiaan. Olahraga juga mengenal batasan bercanda.
Ingatlah kapan saatnya bercanda dan kapan berperilaku sebagai manusia yang "manusiawi". Hati saya gelisah membaca konten-konten yang menjadikan bencana jatuhnya Sriwijaya Air SJ 182 rute penerbangan Jakarta-Pontianak, Sabtu (9/1/2021) sebagai bahan candaan di media sosial.
Tak adakah hati nurani tersisa di tengah-tengah pesatnya perubahan dunia akibat kemajuan teknologi?
Ketika ratusan keluarga berteriak minta tolong pada Tuhan agar ada keajaiban bagi keluarganya yang berada di penerbangan itu, kenapa ada sebagian dari kita yang menganggapnya sebagai "bahan konten" untuk mencari perhatian? Canda di tengah petaka. Sudah hilangkah kemanusiaan mereka?
Bukankah kita seharusnya menjaga perilaku dan watak penyayang yang memang diciptakan sebagai ciri manusia? Kemampuan menjaga sisi kemanusiaan itu menunjukkan pengalaman dan tujuan hidup kita. Bercanda di tengah bencana? Sungguh durhaka!
Seorang pelatih pernah berkata pada saya bahwa pesepak bola muda Indonesia kerap lupa tujuan mereka memilih sepak bola. Bila ingin bermain sepak bola dengan baik dan benar, seharusnya mereka paham kapan saatnya berhenti bercanda.
"Ketika sudah mengenakan seragam latihan dan sepatu sepak bola, bagaimana mungkin mereka masih menyempatkan diri membuat konten sambil tertawa-tawa di lapangan?" Begitu katanya.
Bahkan, usai menelan kekalahan dari pertandingan resmi pun masih ada pesepak bola kita yang tak sungkan bercanda di antara mereka serta membuat konten seolah kemenangan ada di pihak mereka.
Seperti halnya kehidupan, olahraga pun mengenal batas canda... waktu dan peristiwa.
Bencana jatuhnya pesawat Sriwijaya Air tak sepantasnya disikapi dengan canda. Kita sungguh berduka atas hilangnya banyak nyawa. Kita berdoa untuk keselamatan dan peristirahat akhir para korban, serta kekuatan bagi keluarga yang ditinggalkan. @Weshley Hutagalung
No comments:
Post a Comment