Forget the mistake, remember the lesson. Ungkapan ini mengingatkan saya pada Gareth Southgate, pelatih tim nasional Inggris.
Ketika Inggris dipastikan bertemu Jerman di babak 16 besar Euro 2020 dan bermain di Stadion Wembley, sontak ingatan melompat jauh ke tahun 1996. Nama Gareth Southgate pun muncul.
Ya, 25 tahun lalu, Inggris yang menjadi tuan rumah Euro 1996 gagal mencapai final karena langkah mereka dihentikan Jerman di semifinal. Setelah bermain 1-1 hingga perpanjangan waktu, laga harus ditentukan lewat adu penalti.
Nah, di sinilah nama Gareth Southgate "melegenda". Sebagai eksekutor ke-6, setelah semua 5 penendang penalti kedua tim sukses melakukan tugasnya, Southgate menjadi orang ke-6.
Tendangan Southgate berhasil diblok kiper Jerman, Andreas Koepke. Setelah itu, Andreas Moller berhasil melakukan tugasnya. Jerman pun melaju ke final dan mengalahkan Republik Ceska 2-1.
Southgate bukan satu-satunya pemain Inggris yang gagal mengekseksi penalti di turnamen. Ingat Euro 2012 ketika Ashley Young dan Ashley Cole gagal melakukan tugasnya di perempat final melawan Italia?
Atau Euro 2004 yang memunculkan nama David Beckham dan Darius Vassell yang gagal dalam duel penalti melawan Portugal di perempat final?
Tapi, karena kegagalan Southgate itu terjadi saat Inggris menjadi tuan rumah di Euro 1996, seolah hanya namanya yang identik dengan kegagalan penalti timnas Inggris. Apes.
Tahun lalu, 24 tahun setelah kegagalan penalti itu, dalam sebuah wawancara dengan keluarga istana Inggris, Pangeran William, Southgate mengaku masih dihantui bayang-bayang kegagalan itu. Waduh.
Bayangkan apa perasaan Southgate selama ini sejak kegagalan itu. Apakah ia bisa tidur nyenyak setiap mengingat atau melihat dokumentasi Euro 1996? Lalu, 25 tahun kemudian, Southgate menjadi pelatih Inggris menjamu lawan yang sama, Jerman, dan di tempat yang sama dalam 16 besar Euro 2020.
Forget the mistake, remember the lesson. Ya, nasihat ini adalah menu dan vitamin bagi Southgate untuk keluar dari bayang-bayang kegagalan itu dan memulai sejarah baru lewat torehannya sebagai pelatih.
Bukan berarti kita melupakan kesalahan dengan maksud tidak pernah terjadi, melainkan jangan terkungkung alias terpenjara karena kesalahan tersebut. Bahaya kalau kemudian kita dikuasai ketakutan saat harus mengambil tindakan atau keputusan.
Melangkah itu berarti maju. Begitu pula maksudnya "forget the mistake". Seperti yang dilakukan Southgate. Pengakuan yang dilakukannya tahun 2020 adalah sebuah langkah besar dan menjadi modal untuk melakukan hal baik di kemudian hari.
Bukan lagi soal hasil di lapangan sepak bola, melainkan kelegaan dan keberanian Southgate keluar dari trauma yang membuatnya menjadi sumbu kekecewaan seluruh rakyat Inggris 25 tahun lalu. @Weshley Hutagalung
No comments:
Post a Comment