Publik mengenalnya sebagai pemain yang besar dan melegenda di Sampdoria. Lalu, mencatat rekor pemain termahal di Juventus. Plus, dicintai di Chelsea. Namanya Gianluca Vialli.
Masih ingat 'kan dengan Gianluca Vialli? Penikmat sepak bola era 1980 dan 1990-an harusnya sih mengenal striker asal Italia ini. Ia kemudian didentik dengan gaya kepala plontos di lapangan hijau.
Kata orang Italia, Gianluca Viali adalah simbol pertahanan yang tangguh, orang hebat dengan hati emas. Bukan lagi membicarakan 14 gelar yang diraih saat aktif bermain sepak bola atau bisik-bisik bagaimaan ia menjadi pemain dan manajer sekaligus saat Chelsea memecat manajer mereka: Ruud Gullit.
Gianluca Vialli gantung sepatu bersama Chelsea pada akhir musim kompetisi 1998-99. Ia menjadi Manajer Chelsea hingga dipecat 12 September 2000 ketika kompetisi baru berjalan. Rumornya, Vialli bersitegang dengan sejumlah pemain, seperti Didier Deschamps, Dan Petrescu, dan rekan senegaranya: Gianfanco Zola.
Ada yang bilang, Vialli menjadi korban setelah upayanya melengserkan Ruud Gullit sebagai Manajer Chelsea... benarkah ia yang menusuk Gullit dari belakang?
November 2018, secara terbuka Vialli mengaku tengah menjalani proses pengobatan akibat kanker pankreas pada yang didiagnosis 4 tahun lalu. Perjuangan Vialli untuk bertahan, tidak menyerah pada kondisi, menjadi perhatian. Vialli melawan, Vialli tak menyerah dan menjadi contoh masyarakat Italia... juga dunia.
Tak hanya di Italia, fans Chelsea yang terlanjur cinta dengan perubahan gaya sepak bola versi Vialli, memberikan dukungan padanya setiap Chelsea berlaga di Stadion Stamford Bridge. Mereka mendoakan Vialli agar menang melawan kanker.
Saya termasuk penonton televisi yang menikmati perubahan gaya bermain Chelsea sejak mendatangkan Ruud Gullit, lalu Gianluca Vialli, hingga Gianfranco Zola. Sepak bola di Inggris lebih "berwarna" dari sisi taktik permainan.
Saya menyukai gaya bermain Vialli akibat sering melihatnya beraksi mengenakan jersey Juventus.
Setelah bersama Mancini di Sampdoria, partner Vialli di di Juve adalah Roberto Baggio. Seolah, Vialli dijamin bersinar saat bermain bersama "Roberto".
Vialli sempat menjadi pemain termahal di dunia pada 1992 ketika dibeli Juventus dari Sampdoria seharga 40 juta lira atau sekitar 12 juta pound. Sebelum rekor itu dipatahkan Milan dengan membeli Gianluigi Lentini (13 juta pound) dari Torino di tahun yang sama.
Saat pergelaran Euro 2020 mulai ramai diberitakan, nama Gianluca Vialli kembali muncul sebagai bagian dari tim pelatih Italia yang dipimpin Roberto Mancini. Ada wujud pertemanan sejati di sana.
Sepak bola membawa Vialli pada arti persahabatan. Hubungan dekat dengan Roberto Mancini dimulai ketika mereka membela Italia U-21 dan berlanjut ketika Mancini membujuk Vialli bergabung di Sampdoria.
Duet ini kemudian dikenal sebagai "Si Kembar Gol" yang berhasil membawa kejayaan bagi Sampdoria, termasuk scudetto 1990-91 yang sempat mengantarkan Sampdoria mencapai final Piala Champions 1992 namun kalah dari Barcelona di Stadion Wembley, London.
Ketika Mancini diberikan kepercayaan menukangi timnas Italia pada 14 Mei 2018, kembali Vialli dipertemukan dengan sahabatnya itu. Setelah menjadi duta Italia untuk Euro 2020 bersama Francescto Totti pada 9 Maret 2019, November di tahun yang sama Vialli diminta oleh Federasi Sepak Bola Italia menjadi kepala delegasi timnas Italia.
Ada kegembiraan yang menjadi obat penyemangat Vialli menjalani segala upaya lepas dari kanker pankreas ini. Ia dikelilingi teman dan dunia yang sangat ia cintai.
April 2020, mantan striker ini dinyatakan bebas dan bersih dari kanker pangkreas setelah berjuang selama 3 tahun. Ia kembali fokus menggeluti dunia yang dicintai: sepak bola.
Stadion Wembley, Minggu, 11 Juli 2021, Vialli terlihat malu-malu untuk ikut berselebrasi dengan para pemain yang sudah berkumpul memegang trofi Euro. Italia mengalahkan Inggris lewat adu penalti. Vialli, yang berdiri di depan para pemain, diajak untuk berfoto bersama. Ia luap dalam kegembiraan.
"You are part of the team, Gianluca. Kamu adalah contoh pertahanan yang kuat, tak menyerah sampai kemudian melewati ujian pertandingan melawan Kanker."
Seperti Italia yang gagal lolos ke Piala Dunia 2018 dan kemudian berbenah, berjuang, tak menyerah dan akhirnya berhasil menjuarai Piala Eropa untuk kedua kali setelah 53 tahun lalu. @Weshley Hutagalung
No comments:
Post a Comment