Jumat, 26 Oktober 2018 merupakan edisi terakhir Tabloid BOLA. Terbit full colour 60
halaman, edisi itu berisi kumpulan kisah dan sejarah yang mewarnai
perjalanan Tabloid BOLA sejak Maret 1984 hingga Oktober 2018.
Saya menjadi bagian dari
Tabloid BOLA sejak November 1996 ketika terbit sekali seminggu, lalu dua kali seminggu, 3 kali seminggu, hingga muncul Harian
BOLA. Ketika kembali menjadi terbitan dua kali seminggu saya tetap bertahan.
Namun, pada akhirnya saya harus ikut menyudahi peran bersamaan dengan keputusan manajemen
menghentikan penerbitan yang disebut “ikon media olahraga Indonesia” itu.
Artikel ini merupakan satu
dari sedikit tulisan yang ada di edisi pamungkas Tabloid BOLA dengan judul: “Pengetahuan Versus Perubahan”.
***
Oktober
1996. Saya menjalani proses seleksi untuk menjadi wartawan Tabloid BOLA. Jumat,
1 November 1996, saya mulai rutin berkantor di Palmerah Selatan, alamat redaksi
media olahraga milik Kompas Gramedia ini.
Saat
melalui sesi wawancara di hadapan Redaktur Pelaksana Tabloid BOLA saat itu,
Bang Ian Situmorang, ada dua pertanyaan dan percakapan yang hingga saat ini tak
lekang dalam ingatan saya.
“Kamu
yakin Inggris yang menang? Dengan pengetahuan seperti itu kamu mau jadi wartawan
olahraga?”
Kalimat
itu muncul dari Bang Ian Situmorang setelah saya menjawab “Inggris” atas
pertanyaan siapa juara Piala Dunia 1966.
Sontak,
kepercayaan diri saya yang berambisi menjadi wartawan olahraga digoyang.
“Astaga,
apakah saya overconfident karena
merasa menjadi pembaca Mingguan/Tabloid BOLA sejak remaja dan percaya atas
semua berita yang ada di media tersebut?”
Percakapan
lain yang masih saya kenang adalah tentang ukuran lapangan sepak bola. Aduh, tiba-tiba perut mulas karena
jawaban saya selalu menemui tembok pemantul yang lansung menghajar rasa percaya
diri.
Singkat
cerita, saya lolos seleksi dan memulai kehidupan baru sebagai wartawan
olahraga, meninggalkan dunia kesehatan, area saya bekerja sebelumnya sebagai
wartawan Majalah Higina.
Saya
tak bohong untuk mengakui grogi memasuki ruang redaksi dan melihat tokoh-tokoh
wartawan yang selama ini karya mereka saya santap nyaris tiada henti.
Ketika
remaja, saya harus berbuat nekat untuk dapat menikmati bacaan olahraga. “Meminjam
diam-diam” Tabloid BOLA dari perpustakaan sekolah atau milik tetangga yang
berlangganan Harian Kompas adalah strategi di benak saya ketika Jumat hendak
berganti Sabtu.
Entah
bagaimana caranya, pokoknya akhir pekan masa remaja seolah lengkap tanpa duduk
santai membaca Tabloid BOLA.
Hingga
memasuki bangku kuliah, salah satu santapan nikmat dalam berdiskusi dengan
teman-teman dekat adalah membedah halaman per halaman Tabloid BOLA.
Sejak
November 1996, hari-hari saya berkutat dengan hobi dan kegemaran, yakni dunia
olahraga dan tulis-menulis.
Menjadi
wartawan Tabloid BOLA itu istimewa karena jalan untuk bertemu tokoh-tokoh
olahraga nasional hingga dunia menjadi mudah.
Apa
yang dulu saya baca dan nikmati kini saya yang menyuguhkannya kepada pembaca. Kecemburuan
dan kekaguman melihat kedekatan wartawan Tabloid BOLA dengan atlet top ternyata
menularjuga ke saya. Mungkin, itulah yang disebut harapan menjadi kenyataan.
***
Pengalaman
merasa lebih tahu dan paham atas situasi olahraga setelah membaca Tabloid BOLA
dibanding teman-teman mengantarkan saya pada sebuah strategi ketika dipercaya
mengepalai desk sepak bola internasional: football
knowledge.
Setiap
halaman di OLE Internasional harus bisa membuat pembaca yang tidak tahu menjadi
paham. Mereka yang lupa diingatkan. Mereka yang ragu-ragu diyakinkan.
Strategi
artikel sepak bola internasional itu kemudian dikembangkan menjadi sports knowledge. Bahwa semua isi
Tabloid BOLA haruslah bertujuan membuat pembacanya dipenuhi informasi yang
berguna.
Pembaca
layak mendapatkan informasi berkualitas dan “berbeda” atas sejumlah uang yang mereka
keluarkan. Apalagi melihat persaingan dengan media harian yang terbit lebih
cepat dari tabloid, begitu pula menyusul perkembangan media online.
“Kenapa
saya harus beli Tabloid BOLA?” Pertanyaan masyarakat ini harus bisa dijawab
oleh semua wartawan melalui setiap karya yang mereka hasilkan.
“Karena
karya kami berbeda dari yang lain.” Berbeda dalam arti memberikan kepuasan lewat
informasi dan pengetahuan kepada pembaca saat menikmati setiap karya di seluruh
halaman Tabloid BOLA.
Waktu
berjalan, perubahan datang begitu cepat menyentuh seluruh aspek kehidupan
manusia. Termasuk kebutuhan mendapatkan informasi: cara dan waktunya.
Hantaman
tingginya biaya produksi yang menyangkut harga kertas, percetakan, dan distribusi
diikuti kemajuan teknologi seolah tak memberi waktu untuk media tradisional
bertahan, berbenah mencari solusi.
Setelah
menemani pembaca di Tanah Air dan menjadi pengawas sekaligus partner bagi
pengambil kebijakan olahraga nasional sejak Maret 1984, Tabloid BOLA milik
Kompas Gramedia akhirnya harus menemui ujung perjalanan. Kami pamit.
Seperti
postingan seorang rekan di media
sosial, “Sesuatu yang pasti dalam hidup ini adalah perubahan.”
Hanya,
sering terjadi perubahan itu terlalu cepat untuk dapat dipahami. Adakala
perubahan itu sulit diikuti dengan pola pikir yang sama dengan sebelumnya.
Apalagi tanpa ambisi di dalamnya.
“Kita
tidak dapat mengubah arah angin,” kata Jimmy Dean, penyanyi, aktor, dan
penguasaha Amerika Serikat yang sudah tutup usia 8 tahun lalu. “Namun, kita
bisa mengatur layar perahu agar tetap mencapai tujuan.” @weshley
No comments:
Post a Comment