Suporter sepak bola Indonesia (Kukuh Wahyudi) |
Apa jadinya sepak bola tanpa suporter? Rasa penasaran
terhadap sebutan suporter sebagai “pemain ke-12” dalam sepak bola menjadi ide tulisan
yang pernah pernah diterbitkan di Tabloid BOLA pada November 2012.
“Satu-satunya
hal yang tidak bisa kita kendalikan adalah para pendukung.”
Sungguh menarik mencermati pemikian Jose Mourinho
menyikapi peran para pendukung sebuah klub sepak bola.
Pelatih asal Portugal yang pernah berkunjung ke Indonesia pada Juni 2012 itu mengakui betapa
pentingnya dukungan penonton dalam strategi permainan yang diraciknya.
Penonton dan pendukung sebuah tim bisa membuat para
pemain menampilkan kemampuan terbaiknya, bahkan melebihi dugaan si pemain itu
sendiri.
Di sisi lain, penonton di Stadion Utama Gelora Bung Karno
yang mendukung timnas Indonesia saat berlaga di Piala Asia U-19 2018 membuat
pemain-pemain muda Uni Emirat Arab grogi dan kemudian kalah 0-1 pada 24 Oktober
2018.
Sulit menemui di negara lain antusiasme besar suporter Indonesia ketika mendukung tim junior. Pemain tamu dibuat "stres"... mungkin itu pilihan kata yang pas... he he he.
Sulit menemui di negara lain antusiasme besar suporter Indonesia ketika mendukung tim junior. Pemain tamu dibuat "stres"... mungkin itu pilihan kata yang pas... he he he.
Namun, tak jarang para penonton menjadi kerikil tak
terkontrol. Bukannya menjadi amunisi spesial yang menggoyahkan keyakinan
lawan, kehadiran spektator malah seperti duri bagi pemainnya.
Pada suatu waktu, Mourinho mengaitkan peran penonton
dengan sepak bola negatif yang sempat dicapkan pada dirinya. Katanya, terkadang
orang-orang datang ke stadion membawa aspek-aspek negatif dari masyarakat di
sekitar. Benar gak sih?
Tak heran bila perkelahian dan sikap rasialisme muncul
dari para penonton sepak bola. Atau bahkan mengejek pemain sendiri ketika hasil pertandingan tak
sesuai harapan. Hayoo,
jangan dibantah!
Saya yakin tindakan
seperti itu sulit dikontrol oleh sebuah klub dan akhirnya bisa merugikan
perjalanan tim.
Masih ingat sejarah kelam sepak bola bernama “Tragedi
Heysel Mei 1985?”
Sejarah
kerusuhan suporter dalam tragedi final Piala Champions antara Liverpool dan Juventus itu membuat klub-klub Inggris belajar dari
hukuman yang mengasingkan mereka dari panggung elite sepak bola.
Akan tetapi,
tentu tak ada yang membantah pentingnya
kehadiran para pendukung sebuah tim.
Suporter dan klub sepak bola saling membantu memberi
kehidupan dan kebahagiaan.
Oh ya, penasaran gak penonton sepak bola dari negara mana yang dicap suporter
terbaik?
Ingin sekali menjawab dengan cepat: INDONESIA. Ya kan,
ya kan?
Penulis di Eropa pernah menyebut suporter klub Celtic FC dari
Skotlandia sangat berperan menjadi amunisi tambahan bagi pemainnya. The most dedicated and reliable fans in the
world.
Ada juga yang mengatakan
suporter sepak bola di Jerman sebagai yang terbaik karena bersikap sopan dan
loyal. Kubu lain menyebut fan Inggris dan Brasil karena mereka memuja olah raga
ini.
Penonton
di Belanda yang menjadikan sepak bola sebagai
saluran kegembiraan dan kenikmatan dalam komunitasnya.
Mundur ke tahun
2008, ada sebuah jajak pendapat oleh media massa di Inggris soal siapa negara dengan suporter sepak bola terbaik di
dunia.
Jawabannya di luar dugaan karena Swedia mendapatkan
33 persen suara responden. Di peringkat kedua muncul
Italia dengan 14
persen.
Di Piala Dunia 2002, saya menyaksikan sendiri bagaimana kekuatan suporter Korea
Selatan menjadi "amunisi" spesial bagi Park Ji-sung dkk. untuk
mengejutkan dunia.
Tak hanya stadion, kota-kota di Korsel memerah oleh
pemain ke-12. Menakjubkan!
Perkembangan pemain ke-12, terutama untuk tim nasional,
bisa kita saksikan ketika Indonesia menggelar Piala Asia 2007 dan kemudian
Piala AFF 2010.
Menarik juga mencermati kenapa angka 12 punya arti khusus dalam
sepak bola dan hidup kita.
Dalam peradaban kuno, angka 12 berarti kesempurnaan
dan harmonis. Kita memiliki 12 bulan untuk menggenapi waktu setahun.
Horoskop Cina
juga memunculkan 12 hewan.
Masuk ke wilayah sejarah dan kerohanian, Yakub
memiliki 12 anak laki-laki yang kemudian memenuhi muka bumi. Yesus Kristus
mempunyai 12 murid.
Dalam kosmologi Jepang, Sang Pencipta duduk di atas 12
bantal suci.
Masih banyak lagi kisah dari berbagai negara dan agama
yang menyoroti peran angka 12.
Itulah sebabnya julukan suporter sepak bola sebagai
pemain ke-12 seharusnya berdampak positif, bukan destruktif. Setuju, kan?
Perumpaan sepak bola tanpa penonton ibarat sayur tanpa
garam tentu wajib diikuti dengan menjaga peran pemain ke-12.#
No comments:
Post a Comment