"Sepak
bola Indonesia itu harusnya milik semua warga negara ini, bukan hanya
segilintir orang yang bisa menentukan apa yang dia suka."
Kamis
pagi, 29 Oktober 2018. Di sebuah hotel di ibu kota, saya bertemu dengan salah
satu sosok yang saya kagumi di panggung sepak bola nasional.
Saya termasuk generasi yang beruntung masih sempat
menyaksikan Fakhri Husaini beraksi mengenakan kostum timnas Indonesia.
Fakhri Husaini yang saya kenal adalah gelandang elegan
dengan kreativitas tinggi. Saya menyebutnya “pesepak bola pintar”.
Kemampuannya
di lapangan seolah mempertontonkan apa yang ada di dalam benaknya.
Benar. Sebagai pelatih, Fakhri Husaini memperlihatkan
bahwa sepak bola itu bisa dimainkan dengan baik dan menghibur. Serta bisa dikelola
dengan baik selama semua pihak memiliki tujuan yang sama.
Nama Fakhri Husaini belakangan mencuat ketika
menghadirkan kekaguman pencinta sepak bola nasional bersama Bagus Kahfi dkk yang membela timnas Indonesia di Piala AFF dan Piala Asia U-16 2018.
Gaya bermain tim asuhannya membawa masyarakat Indonesia
pada sebuah harapan: sepak bola yang berprestasi.
Kemudian, atas pencapaian timnas senior yang kembali
melempem di Piala AFF 2018, nama Fakhri Husaini disebut-sebut sebagai pelatih
yang akan memperbaiki situasi. Benarkah?
Tidak, kali ini saya tidak akan mengungkapkan semua hasil
pembicaraan dengan coach Fakhri
Husaini. Termasuk dengan rencana-rencananya ke depan.
Dalam pertemuan selama sekitar 3 jam itu, Fakhri Husaini
mengingatkan saya agar jangah pernah takut menghadapi tekanan dari pihak lain.
Katanya,
“Kalau kita memang benar, tidak menyembunyikan sesuatu, kenapa takut menghadapi
dan menjawab semua pertanyaan masyarakat, termasuk di muka umum?”
Tekanan
terhadap PSSI belakangan ini setelah gagal total di Piala AFF 2018 memang
merisaukan banyak stakeholders sepak
bola nasional, termasuk Fakhri Husaini.
Melatih
timnas Indonesia adalah sebuah kebanggaan bagi setiap pelatih di Indonesia.
Begitu pula bagi Fakhri Husaini, yang namanya disebut-sebut oleh sebagian pihak
untuk kembali bertugas ke tim nasional Indonesia.
“Sebagai
warga negara yang baik, kita tidak boleh menolak tugas untuk mengharumkan
bangsa, termasuk lewat sepak bola,” kata Fakhri Husaini dengan wajah serius. “Selama
ada kesepakatan dengan pihak-pihak terkait, nama Indonesia harus didahulukan.”
Namun,
ia ingin setiap pihak yang terkait dalam pengelolaan sepak bola di Tanah Air
harus memiliki tujuan dan harapan yang sama. Tak boleh ada kecurigaan terhadap
mereka yang mengelola sepak bola di negeri ini akibat kepentingan yang berbeda.
“Satu
hal lagi, jangan pernah menghindar untuk menyampaikan kebenaran bila memang
tidak ada yang ditutup-tutupi.” Sepakat, coach!
#