Pendukung timnas Indonesia itu ada
beberapa tipe. Namun, yang baru-baru ini "menyapa" di ruang saya
adalah mereka yang gerah mendengar ulasan kemudian menuding kurang nasionalis.
Piala
AFF 2018. Saya mendapatkan kesempatan menemani pencinta timnas Indonesia ketika
pasukan asuhan Bima Sakti berlaga melawan Singapura dan Timor Leste di dua laga
Grup B Piala AFF 2018.
Hasilnya
berbeda. Timnas Indonesia kalah 0-1 di Singapura (9/11) dan menang 3-1 atas
Timor Leste (13/11) di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta.
Akan
tetapi, ada kesamaan dua laga tersebut yang tampak di mata saya. Selain
memelototi data dari situs resmi kejuaraan, tentu sebagai pengamat sepak bola
saya juga melihat aspek-aspek lain.
Karena
pembanding paling dekat adalah timnas kita di Asian Games 2018, tentu tak salah
melihat perbedaan nyata tim asuhan Luis Milla dan Bima Sakti.
Memang,
di timnas Asian Games 2018 asuhan Luis Milla ada nama Bima Sakti sebagai
asisten pelatih.
Fondasi timnas Indonesia di Piala AFF 2018
asuhan Bima Saktu tak jauh berbeda dari timnas Indonesia di Asian Games 2018
arahan Luis Milla.
Akan tetapi, tidakkah terlihat perbedaan
nyata dari cara Evan Dimas dkk bermain?
Ketika pemain Singapura membangun garis
pertahanan lebih ke tengah dan tidak membiarkan pemain kita leluasa menguasai
bola untuk membangun penyerangan, adalah wajar bila saya tak henti berharap ada
perubahan taktik dari Bima Sakti, Kurniawan Dwi Yulianto, dan Kurnia Sandi
sebagai arsitek timnas.
Ketika Thailand mendapatkan 3 gol ke gawang
Timor Leste dalam 31 menit pertandingan, masak saya memberikan pujian kepada
timnas yang hanya punya 1 tembakan on target dalam 45 menit
awal... dan kebobolan! Alamak.
Tak ada yang ingin timnas Indonesia kalah.
Semua ingin melihat nama Indonesia tercantum untuk pertama kali dalam daftar
juara Piala AFF, ajang bergengsi negara-negara di Asia Tenggara.
Akan tetapi, kritikan dari penonton bahwa
saya kurang memberikan pujian dan semangat saat bertugas di RCTI memperlihatkan
kelompok penonton sepak bola yang saya maksudkan di atas.
Sebagian besar setuju dengan analisis yang
saya sampaikan bahwa permainan timnas Indonesia di dua laga awal Grup B Piala
AFF 2018 belum memperlihatkan level yang dibutuhkan untuk menjuarai ajang ini.
Saya juga menggarisbawahi kinerja tiga
pihak yang berperan untuk menjawab apakah kita ingin timnas Indonesia juara
Piala AFF?
Federasi, pengelola kompetisi, dan klub
yang memiliki pemain harus berada dalam frekuensi yang sama, tujuan yang sama.
Saya pun mempertanyakan kejuaraan apa yang
paling masuk akal untuk dimenangi timnas Indonesia dalam jangka pendek.
Ya, gelar juara Piala AFF dan SEA Games
jelas lebih mudah diraih ketimbang Piala Asia, Olimpiade, apalagi Piala Dunia.
Apakah federasi pengelola sepak bola di
negeri ini mencoret Piala AFF (dan SEA Games) sebagai target "hadiah"
bagi masyarakat Indonesia sehingga gagal memiliki pelatih selepas Asian Games
2018?
Juga pengelola liga masih tak kuasa untuk
tidak menjalankan roda kompetisi ketika Piala AFF 2018 digelar.
Lihat apa yang dilakukan negara lain
peserta kejuaraan dengan kompetisi mereka saat AFF Suzuki Cup 2018 digelar.
Tulisan ini bukan untuk menjawab kritikan
bahwa saya kurang bersikap optimistis dan nasionalis. No!
Tak ada yang salah dengan berteriak-teriak
mendukung timnas dan memberi semangat pemain di studio RCTI. Tetapi, apakah
para pemain mendengarkannya dan bisa mengubah keadaan di lapangan?
Saya lebih memilih menemani penonton dengan
paparan data dan analisis untuk melihat lebih komprehensif alias lebih luas
situasi terkait timnas.
Sehingga, penonton bisa memutuskan mau
bersikap seperti apa atas tontonan yang ia lihat serta pemaparan yang kami
sampaikan.
Ketika saya dan Bung Hadi
"Ahaiii" Gunawan beberapa kali menceritakan siapa itu Fandi Ahmad,
pelatih Singapura, ada saja penonton yang merasa terganggu.
Mereka lebih suka kami berteriak "ayo
Indonesia" atau "kamu bisa, kamu pasti bisa" daripada
mendengar latar belakang Fandi Ahmad yang sangat mengenal sepak bola Indonesia
serta kualitasnya sebagai pemain dan pelatih. Aneh juga ya.
Sekali lagi, kita bisa memilih masuk ke
kelompok mana sebagai pencinta dan pendukung timnas Indonesia.
Saya memilih mendukung dengan bersikap
rasionalistis tanpa mengurangi kadar cinta terhadap timnas Indonesia serta
pertemanan dengan coach Bima Sakti, Kurniawan Dwi Yulianto,
dan Kurnia Sandi. #
No comments:
Post a Comment