Saturday, November 17, 2018

Nasionalis dan Rasionalis Pencinta Timnas Indonesia


Pendukung timnas Indonesia itu ada beberapa tipe. Namun, yang baru-baru ini "menyapa" di ruang saya adalah mereka yang gerah mendengar ulasan kemudian menuding kurang nasionalis.



Piala AFF 2018. Saya mendapatkan kesempatan menemani pencinta timnas Indonesia ketika pasukan asuhan Bima Sakti berlaga melawan Singapura dan Timor Leste di dua laga Grup B Piala AFF 2018.
Hasilnya berbeda. Timnas Indonesia kalah 0-1 di Singapura (9/11) dan menang 3-1 atas Timor Leste (13/11) di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta.
Akan tetapi, ada kesamaan dua laga tersebut yang tampak di mata saya. Selain memelototi data dari situs resmi kejuaraan, tentu sebagai pengamat sepak bola saya juga melihat aspek-aspek lain.
Karena pembanding paling dekat adalah timnas kita di Asian Games 2018, tentu tak salah melihat perbedaan nyata tim asuhan Luis Milla dan Bima Sakti.
Memang, di timnas Asian Games 2018 asuhan Luis Milla ada nama Bima Sakti sebagai asisten pelatih.
Fondasi timnas Indonesia di Piala AFF 2018 asuhan Bima Saktu tak jauh berbeda dari timnas Indonesia di Asian Games 2018 arahan Luis Milla.
Akan tetapi, tidakkah terlihat perbedaan nyata dari cara Evan Dimas dkk bermain?
Ketika pemain Singapura membangun garis pertahanan lebih ke tengah dan tidak membiarkan pemain kita leluasa menguasai bola untuk membangun penyerangan, adalah wajar bila saya tak henti berharap ada perubahan taktik dari Bima Sakti, Kurniawan Dwi Yulianto, dan Kurnia Sandi sebagai arsitek timnas.
Ketika Thailand mendapatkan 3 gol ke gawang Timor Leste dalam 31 menit pertandingan, masak saya memberikan pujian kepada timnas yang hanya punya 1 tembakan on target dalam 45 menit awal... dan kebobolan! Alamak.
Tak ada yang ingin timnas Indonesia kalah. Semua ingin melihat nama Indonesia tercantum untuk pertama kali dalam daftar juara Piala AFF, ajang bergengsi negara-negara di Asia Tenggara.
Akan tetapi, kritikan dari penonton bahwa saya kurang memberikan pujian dan semangat saat bertugas di RCTI memperlihatkan kelompok penonton sepak bola yang saya maksudkan di atas.
Sebagian besar setuju dengan analisis yang saya sampaikan bahwa permainan timnas Indonesia di dua laga awal Grup B Piala AFF 2018 belum memperlihatkan level yang dibutuhkan untuk menjuarai ajang ini.
Saya juga menggarisbawahi kinerja tiga pihak yang berperan untuk menjawab apakah kita ingin timnas Indonesia juara Piala AFF?
Federasi, pengelola kompetisi, dan klub yang memiliki pemain harus berada dalam frekuensi yang sama, tujuan yang sama.
Saya pun mempertanyakan kejuaraan apa yang paling masuk akal untuk dimenangi timnas Indonesia dalam jangka pendek.
Ya, gelar juara Piala AFF dan SEA Games jelas lebih mudah diraih ketimbang Piala Asia, Olimpiade, apalagi Piala Dunia.
Apakah federasi pengelola sepak bola di negeri ini mencoret Piala AFF (dan SEA Games) sebagai target "hadiah" bagi masyarakat Indonesia sehingga gagal memiliki pelatih selepas Asian Games 2018?
Juga pengelola liga masih tak kuasa untuk tidak menjalankan roda kompetisi ketika Piala AFF 2018 digelar.
Lihat apa yang dilakukan negara lain peserta kejuaraan dengan kompetisi mereka saat AFF Suzuki Cup 2018 digelar.
Tulisan ini bukan untuk menjawab kritikan bahwa saya kurang bersikap optimistis dan nasionalis. No!
Tak ada yang salah dengan berteriak-teriak mendukung timnas dan memberi semangat pemain di studio RCTI. Tetapi, apakah para pemain mendengarkannya dan bisa mengubah keadaan di lapangan?
Saya lebih memilih menemani penonton dengan paparan data dan analisis untuk melihat lebih komprehensif alias lebih luas situasi terkait timnas.
Sehingga, penonton bisa memutuskan mau bersikap seperti apa atas tontonan yang ia lihat serta pemaparan yang kami sampaikan.
Ketika saya dan Bung Hadi "Ahaiii" Gunawan beberapa kali menceritakan siapa itu Fandi Ahmad, pelatih Singapura, ada saja penonton yang merasa terganggu.
Mereka lebih suka kami berteriak "ayo Indonesia" atau "kamu bisa, kamu pasti bisa" daripada mendengar latar belakang Fandi Ahmad yang sangat mengenal sepak bola Indonesia serta kualitasnya sebagai pemain dan pelatih. Aneh juga ya.
Sekali lagi, kita bisa memilih masuk ke kelompok mana sebagai pencinta dan pendukung timnas Indonesia.
Saya memilih mendukung dengan bersikap rasionalistis tanpa mengurangi kadar cinta terhadap timnas Indonesia serta pertemanan dengan coach Bima Sakti, Kurniawan Dwi Yulianto, dan Kurnia Sandi. #

No comments:

Post a Comment