Monday, October 19, 2020

Sepak Bola Tanpa Penonton, Bisakah Terjadi di Indonesia?

Sepak bola tanpa penggemar tak ada artinya... football without fans is nothing. Familiar dengan ungkapan ini? Bagaimana dengan sepak bola tanpa penonton?

Tentu saat mengucapkan ini, Jock Stein tak pernah berpikir akan ada pandemi dalam jangka panjang yang melanda hampir di semua negara. Pemikiran tersebut dapat diterima dalam situasi normal. Setuju? Bisa ya, bisa tidak.

Jock Stein adalah legenda sepak bola Skotlandia dan terkenal bersama Celtic (1965–1978). Ia tutup usia setelah laga Skotlandia vs Wales pada 10 September 1985. Serangan jantung membuat perjalanan usianya terhenti di angka 62 tahun.

Kembali ke sepak bola tanpa penonton. Bila melihat kompetisi yang saat ini bergulir di Eropa, jelas ucapan Jock Stein tak lagi relevan. Suara penonton lewat pengeras suara diharapkan memberikan atmosir seolah-olah stadion dipenuhi puluhan ribu penonton. Fans masih bisa menikmati dari rumah.

Pasti, ketidakhadiran penonton di stadion sangat dirasakan para pemain. Seolah ada yang tidak lengkap dalam "hidup" mereka di lapangan.

Begitu pula pengelola klub. Kebayang 'kan berapa besar kehilangan pemasukan klub dari penjualan tiket pertandingan? Ketika akhir musim lalu Premier League dilanjutkan tanpa penonton, kabarnya klub-klub kehilangan pemasukan mencapai £ 177 juta atau hampir mencapai 3,4 triliun rupiah.

Bisa membayangkan berapa kerugian klub-klub bila sepanjang musim tak ada tiket yang dijual ke penonton? Ambil contoh Arsenal. Stadion Emirates berkapasitas 60.704 penonton. Pemasukan dari tiket terusan semusim mencapai £ 61,2 juta. Revenue dari tiket per laga sepanjang musim bisa mencapai £ 96,2 juta.

Ketika hendak memulai Premier League 2020-2021, Deloitte yang dikenal sebagai perusahaan konsultasi finansial memperingatkan klub-klub akan kehilangan £ 500 juta (Rp 9,5 triliun) dari yang biasa mereka terima semusim. Menakutkan, tapi tidak menghentikan.

Tentu sepak bola tak (harus) mati. Kompetisi di Eropa, yang biasa kita nikmati, telah berjalan untuk musim 2020-2021 dengan berbagai perubahan dan penyesuaian. Lalu, bagaimana dengan sepak bola di Indonesia?

Nah, ini yang menarik. Izin menggelar liga belum didapat. Bahkan, bola panas sempat dilemparkan ke Presiden RI, Joko Widodo. Heran juga, kenapa semua-semua dilemparkan ke Presiden ya?

Kapolri tidak atau belum memberikan izin sepak bola kita bergulir kembali sesuai keinginan PSSI. Bahkan, liga tanpa penonton demi mengurangi kemungkinan sepak bola menjadi cluster Covid-19, masih dianggap berisiko tinggi. Pasti ada perhitungan tersendiri (classified information) yang dicermati pihak kepolisian.

Seandainya... ya seandainya Kepolisian RI memberikan izin kompetisi di Tanah Air bergulir tahun ini tanpa penonton, apakah klub-klub di Indonesia bisa jalan tanpa penjualan tiket?

Informasi langsung dari pengelola klub di Liga 1 yang bersifat classified information, ada materi soal penonton ini. Ternyata, pemasukan dari penjualan tiket pertandingan jauh dari harapan. Apalagi, kebocoran penjualan tiket masih menjadi momok bagi pengelola klub. Sponsor tetap merupakan nyawa utama pengelolaan klub.

Bukan bermaksud meniadakan peran penonton, tetapi sepak bola Indonesia harus bisa belajar mengosongkan stadion bila memang izin didapat dengan berbagai syarat. Klub wajib berjalan dengan penuh penyesuaian demi menyelamatkan sepak bola Indonesia. Suporter pun harus mampu menahan diri, bila memang mengaku cinta sepak bola dan negara ini. @Weshley Hutagalung

No comments:

Post a Comment