Foto: Cindy Pareira |
“Sebagai
pembawa acara olahraga di televisi, termasuk sepak bola, presenter bertugas
tidak hanya sebagai pembuka dan penutup acara. Juga punya posisi tersendiri di
antara kedua kubu yang bertanding.”
“Salam
olahraga.” Dengan gaya dan suara yang khas, Ibnu Jamil memperlihatkan
karakternya sebagai pembawa acara olahraga di RCTI kepada mahasiswa Fikom
Universitas Mpu Tantular, Jakarta, Rabu (5/12/2018).
Selain
sebagai aktor dan bintang iklan, Ibnu Jamil memang dikenal sebagai salah satu sports caster di televisi.
“Bagaimana
mau menjadi presenter olahraga? Anda terlebih dahulu harus mencintai olahraga
dan tak pernah segan belajar dari banyak pihak,” ujar Ibnu Jamil. "Jangan merasa cepat puas."
Menjalin
hubungan yang baik dengan nara sumber adalah salah satu kiat Ibnu Jamil
memperlancar pekerjaan di depan kamera televisi, apalagi ketika harus bekerja
dini hari.
Tidak
melulu harus meriah, sports
caster juga perlu dibekali informasi-informasi yang membuat penonton acara
tersebut menjadi lebih tahu dan paham terhadap situasi. Jangan hanya menceritakan apa yang penonton juga saksikan.
Dari
para peserta acara bertajuk “Media Massa dan Tanggung Jawab Olahraga” itu, ada
pertanyaan yang membuat Ibnu Jamil harus memberikan penjelasan secara bijak.
“Harus
saya akui, tidak mudah untuk memuaskan semua pihak yang menonton acara ketika
saya bertugas sebagai presenter. Masing-masing penonton memiliki kesukaan yang
tidak bisa kita puaskan.”
Hanya,
Ibnu punya penegasan kepada mahasiswa, termasuk sejumlah mahasiswi yang
berkali-kali mengarahkan kamera telepon seluler mereka ke arahnya.
“Yang
penting itu, kamu memiliki karakter yang kuat. Tampang ganteng dan cantik itu relatif
dan bisa tergantikan oleh orang lain. Ya kan?
Namun, bila kamu memiliki karakter yang kuat dan khas, saya yakin karier kamu
akan panjang,” ucapnya.
Foto: Cindy Pareira |
Sebagai
bagian dari SPORTAKUS yang membawa misi “Sports Responsibility”, Ibnu Jamil
juga menularkan virus positif olahraga di hadapan para peserta, baik mahasiswa maupun
pengajar di Kampus Universitas Mpu Tantular.
Katanya,
“Jangan karena berbeda klub kecintaan kemudian kita kehilangan persaudaraan.
Bijak-bijaklah menyampaikan informasi di media sosial, karena kita semua punya
hak untuk berbeda klub kesukaan.”
Betul. Dalam perebutan gelar juara kan harus ada yang kalah dan menang. Masak kedua tim bertanding dan kemudian sama-sama menang. Gak lucu, ah.
Kita yang menonton juga harus siap untuk menerima hasil di lapangan, sepertinya para atlet yang berlaga.
Apa jadinya olahraga bila kekalahan selalu dianggap sebagai aib dan akhir dari kehidupan? Bukankah olahraga memberikan kesempatan untuk memperbaiki kesalahan dan kegagalan? @weshley
Foto: Cindy Pareira |