Monday, September 28, 2020

Bercanda dengan Corona

Kabar buruk datangnya tiba-tiba. Pesan singkat di ponsel mengabarkan kepergian sahabat untuk selamanya. Usianya belum terlalu tua. Namun, tubuhnya tak tahan lagi menghadapi virus Corona atau Covid 19.

Kesedihan saya tentu tak sebanding dengan apa yang dirasakan istri dan empat anaknya yang masih kecil. Para sahabat yang lain pun merasakan kepedihan yang mendalam. Hanya bisa melihat dari jauh saat mengantarkan dia ke tempat peristirahatan terakhir.

Pandemi Corona memang mengkhawatirkan. Dampaknya sudah menyentuh hampir semua sendi kehidupan. Tak terkecuali industri sepak bola. Beberapa negara di dunia memutuskan untuk menghentikan kompetisi. Namun, di sejumlah negara maju, kompetisi liga tetap dijalankan dengan prosedur kesehatan yang sangat ketat.

Penonton dilarang datang ke stadion. Para pemain secara rutin diwajibkan test swab dengan hasil yang tidak ditutup-tutupi. Beberapa pemain yang terdeteksi reaktif, langsung diwajibkan isolasi mandiri. Tak peduli dia pemain bintang atau pemain cadangan.

Ketatnya prosedur kesehatan yang diterapkan membuat pemain sekelas Zlatan Ibrahimovic tak berkutik. Bintang AC Milan ini hanya bisa mengumpat candaan saat dia terdeteksi reaktif Covid 19.

Saya dites negatif kemarin dan positif hari ini. Tidak ada gejala atau apapun. Covid punya keberanian untuk menantang saya. Ide yang buruk.” Demikian seloroh Ibra.

Pun demikian, Ibra tak bisa melawan. Dia harus mematuhi semua protokol kesehatan yang diberlakukan. Selain Ibra, beberapa pemain di Liga Italia juga terindikasi reaktif meski protokal kesehatan sudah diberlakukan ketat.

Seorang kawan di akun sosmednya mengatakan, kompetisi sepak bola harus berjalan. Tentu dengan protokol kesehatan yang ketat. Masak sepak bola kalah sama Pilkada?

Entah apa relevansinya antara sepak bola dengan Pilkada. Yang jelas, Corona sudah merajalela. Sungguh mengherankan jika masih ada orang yang meremehkan atau bercanda dengan virus mematikan yang bernama Corona. #  IG @gatot_widakdo

Sepak Bola Kita, Roda, Poros, dan Penumpang

Pernah membayangkan seperti apa roda berjalan tanpa poros? Tentu roda itu akan berjalan tanpa arah dan oleng untuk kemudian roboh. Bagaimana hidup kita bila tanpa pegangan?

Baru-baru ini, saya mendengar nasihat yang mengingatkan kita akan pentingnya pengendalian dalam hidup. Seperti halnya roda tanpa poros, ia akan berjalan tanpa tujuan. Masak hidup kita seperti itu?

Saya teringat dalam beberapa perbincangan soal sepak bola di negeri ini dan besarnya harapan melihat prestasi lahir dari tim nasional Indonesia. Dengan kekayaan sumber daya manusia, kenapa susah sekali membangun sepak bola berkualitas dan memberikan masyarakat gelar bergengsi?

Tentu komposisi jumlah masyarakat tidak berbanding lurus dengan kepastian membangun budaya sepak bola berprestasi. Kepada para penanya, jawaban saya jelas dan kembali berbentuk pertanyaan, "Di manakah posisi sepak bola di negeri ini?" Pertanyaan yang harus dijawab seluruh pihak terlibat, dari federasi hingga mereka yang memberikan izin keramaian.

Bayangkan sepak bola itu ibarat 2 roda kereta berjalan tanpa poros yang pasti dan diganti sesuka hati oleh sang pengemudi yang silih berganti. Terkadang, ia duduk di belakang kemudi kereta karena terdampar atas situasi, bukan keinginan hati.

Jadi, di mana posisi sepak bola di negeri ini?

Ada sebuah ungkapan bijak seperti ini, "Dengan sedikit bantuan di arah yang tepat, kita dapat membuat sebuah perubahan besar."

Perubahan itu bisa terjadi bila kita memiliki poros yang jelas, kokoh, dan dikendalikan oleh pengemudi yang bukan berstatus penumpang. @Weshley Hutagalung

Friday, September 25, 2020

Tangis Suarez dan Perjalanan Barcelona Kembali Menuju Kejayaan

Perpisahan Luis Suarez dengan klubnya Barcelona dinaungi dengan nuansa  mengharukan. Pemain asal Uruguay ini bahkan tak mampu membendung air matanya. Bagi Suarez, Barcelona adalah rumah yang telah memberikan banyak kenangan indah, yang juga dirasakan anak dan istrinya.

Namun, Barcelona hanyalah rumah singgah yang akan dia tinggalkan dengan segala catatan kejayaannya. Selama enam musim di klub Catalan ini, Suarez sukses merebut empat gelar La Liga, Empat Gelar Copa Del Rey dan satu trofi Liga Champions tahun 2015.

“Banyak teman dan itu yang membuat saya bahagia. Saya ingin mengingat semua momen indah dalam sejarah Barcelona,” ucap Suarez dengan dengan raut wajah yang sedih.

Sebenarnya bukan hanya Suarez yang meninggalkan Camp Nou. Empat pemain lain juga sudah lebih dahulu pamit. Keempat pemain itu, yakni Arthur Melo, Ivan Rakitic, Arturo Vidal dan Nelson Samedo. Barcelona bahkan nyaris ditinggal pemain bintangnya, Lionel Messi. Namun, dengan berbagai pertimbangan Messi mengalah untuk bertahan.

Perginya pemain-pemain ini, tak lepas dari langkah “Revolusi” Barcelona. Setelah kalah memalukan 2-8 dari Bayern Muenchen di perempat final Liga Champions. Banyak orang yakin bahwa era keemasan Barca sudah runtuh.

Langkah pertama, Barcelona menggaet pelatih asal Belanda: Ronald Koeman. Saat dipinang Barcelona, Koeman sudah sesumbar bahwa dia lebih mengutamakan tim daripada kehebatan individu.

Koeman pun menginginkan peremajaan.  Empat pemain sudah direkrut, yakni Miralem Pjanic, Francisco Trincao, Pedri dan Matheus Fernandes. Barca juga memulangkan Coutinho dari Bayern Muenchen.

Koeman paham akan posisinya. Seperti yang pernah diucapkan Edin Hand, pelatih yang pernah menangani timnas Irlandia di tahun 1980-1985, hanya ada dua hal yang pasti dalam hidup ini. Pertama adalah kematian dan yang kedua adalah pemecatan seorang pelatih.

Ronald Koeman tentu akan membutuhkan waktu. Untuk mendapatkan kejayaan, tidak bisa dengan cara instan. Semua akan melalui proses. Perjalanan Barcelona untuk kembali menuju kejayaan dimulai dari posisinya saat ini.

Pendukung Barca kini pun sedang menangis bersama Suarez. Akan tetapi, bukan hal yang tak mungkin jika suatu saat kepedihan ini akan berbalik jadi kegembiraan.#  IG @gatot_widakdo

Berubah dari Diri Sendiri, karena Kesehatan Tak Bisa Ditunda

"Kita tidak dapat mengubah kebiasaan orang lain, namun kita bisa menentukan seperti apa perubahan diri sendiri."

Pandemi Covid-19 ini belum memperlihatkan penurunan, belum menunjukkan suasana bakal segera kembali normal. Banyak aspek kehidupan kita diobok-obok, termasuk sektor olahraga.

Seperti apa sih hidup "new normal" itu? Bila jauh dari kata "tanggung jawab dan disiplin" memang new normal itu seperti slogan-slogan garing makna.

Dalam tulisan kali ini, saya ingin mengutip pesan yang mungkin sudah beredar di mana-mana. Tapi, inilah kunci untuk dapat hidup "normal baru" tanpa mengorbankan masa depan kita bersama. @Weshley Hutagalung

"Mengingatkan kembali"

Di pintu masuk kebun binatang, tertulis tarif: Tiket Rp 50.000,-/orang. Karena beberapa lama tidak ada pengunjung, harga tiket diturunkan menjadi Rp 25.000,-/orang. 

Namun masih tidak ada juga pengunjung yang datang. Akhirnya, tarif tiket kembali diturunkan menjadi Rp 10.000,-/orang.

Aneh, tetap tidak ada pengunjung yang mau masuk! Ada apa ini? Akhirnya ditulislah pengumuman: "MASUK GRATIS". 

Jedeeer... tiba-tiba banyak orang yang berebutan ingin masuk ke kebun binatang tersebut.

Ketika pengunjung di dalam penuh, sang pawang membuka semua pintu kandang binatang buas, seperti :
● Singa
● Harimau
● Macan
● Serigala
● Ular, dsb.

Sontak, pengunjung PANIK!!!

Kemudian, pintu keluar di KUNCI. Lalu, di pintu keluar itu dituliskan begini: "Keluar Bayar Rp 500.000,-"

Kemudian BANYAK orang berebut membayar dengan maksud menyelamatkan diri.

Sahabatku, inilah ironi kehidupan. Ketika ditawarkan HIDUP SEHAT, yakni:
● Pakai masker
● Jaga jarak
● Hindari keramaian
● Cuci tangan pakai sabun
● Makan makanan sehat & bergizi
● Istirahat yang cukup
● Olahraga, dsb

Demi menjaga KESEHATAN sebagai upaya PENCEGAHAN PENYAKIT, banyak orang enggan... bahkan TIDAK MAU.

Tetapi, kalau sudah masuk RUMAH SAKIT, berapapun mahal biayanya PASTI dibayar asal bisa sembuh, sekalipun harus jual ASET dan berUTANG! Ya kan?

Jack Ma pernah mengatakan: "Jika pisang dan uang diletakkan di hadapan seekor monyet, maka monyet akan memilih pisang. Monyet tidak mengerti bahwa uang bisa digunakan untuk membeli banyak pisang."

Demikian pula dalam kenyataan hidup. "Jika uang dan kesehatan diletakkan di hadapan orang, pasti orang akan memilih uang. Karena terlalu banyak orang yang tidak mengerti bahwa kesehatan dapat berguna mendapatkan lebih banyak uang dan kebahagiaan".

APAPUN BISA DITUNDA, KECUALI KESEHATAN.#

Wednesday, September 23, 2020

Bermain Sesuai Aturan

Liga Serie A Italia baru saja berputar. Namun, belum lagi semua tim memainkan laga perdana, sudah ada kontroversial yang muncul. Penyelenggara Serie A memutuskan menghukum AS Roma dengan kekalahan 0-3.

Klub ibu kota ini dianggap melanggar aturan dengan memainkan pemain ilegal saat bertanding melawan tuan rumah Verona yang berkesudahan 0-0. Pemain ilegal yang dimaksud adalah Amadou Diawara.

Diawara sejatinya memang pemain AS Roma. Namun, entah kenapa, pemain yang tahun ini baru memasuki usia 23 tahun, lupa didaftarkan AS Roma menjelang laga melawan Verona. AS Roma pun dihukum kalah 0-3. Hasil 0-0 tidak diperhitungkan lagi.

Untuk klub sekelas AS Roma, kejadian ini sangat memalukan. Apapun dalihnya, peraturan harus tetap ditegakan. Dalam sepak bola semua harus tunduk dengan Law of the game yang telah ditetapkan. Ini berlaku untuk yang di dalam lapangan maupun di luar lapangan.

Di lapangan, sepak bola adalah permainan sederhana.  Hal ini didasari pada 17 undang-undang yang pertama kali disetujui pada 1863 yang telah direvisi dan diperbarui agar sesuai dengan permainan modern. Aturannya sama, apakah Anda bermain di taman lokal atau di final Piala Dunia. 

Pertandingan berlangsung selama 90 menit dan diperebutkan oleh dua tim, masing-masing dengan 11 pemain. Satu pemain di setiap tim harus menjadi penjaga gawang dan pemenangnya adalah mereka yang mencetak gol terbanyak.

Untuk menjaga permainan sesuai dengan aturan, hadirlah yang namanya perangkat pertandingan. Perangkat pertandingan ini harus dihormati.

“Pekerjaan saya bukanlah mengubah permainan, tetapi membuatnya bekerja untuk kepuasan semua orang,” kata Pierluigi Collina. Wasit asal Italia berkepala plontos ini dikenal sangat tegas dalam memimpin pertandingan. Ketegasannya membuat dia sangat disegani oleh pemain dan pelatih.

Di luar lapangan, Law of the Game juga harus dihormati dan dipatuhi. FIFA sebagai otoritas tertinggi sepak bola di dunia membuat statuta yang menjadi kitab. Statuta ini diimplementasikan dan diadposi oleh semua federasi yang menjadi anggotanya. Jadi, segala hal harus mengacu pada statuta.

Kasus klub AS Roma mungkin kelihatan sepele. Namun, aturan harus tetap ditegakan. Akan bahaya kalau hal sepele dibiarkan tanpa penegakan aturan. IG: @gatot_widakdo

Tuesday, September 22, 2020

Lionel Messi Diteropong dari Karakter Pemimpin Ideal

Teman ideal itu seperti apa? Pemimpin ideal itu seperti apa? Apakah Lionel Messi masuk kategori itu untuk rekan setim?

Ada sebuah ungkapan tentang teman ideal, walau bukan sebuah kepastian layaknya teori yang sudah teruji. Begini katanya, "Teman/pemimpin ideal itu harus mengatakan lebih banyak yang dia maksud. Ia harus selalu berarti lebih dari apa yang dikatakannya." Komunikasi dan realisasi.

Komunikasi dan mendorong kerjasama. Inilah salah karakter pemimpin yang baik. A good leader itu fokus pada tim dengan memiliki perencanaan untuk menggerakkan tim ke arah yang sama dengan apa yang ia sampaikan. Menggerakkan... menjaga harapan!

Melihat Messi dengan ban kapten di lengan memang tak bisa pek ketiplek membandingkannya dengan Carles Puyol, salah satu kapten terbaik yang pernah dimiliki FC Barcelona. Atau Diego Maradona di timnas Argentina.

Mantan pelatih Real Madrid dan timnas Spanyol, Vicente del Bosque, memang menilai Messi bukan karakter pemimpin yang ideal bagi sebuah tim. Katanya di Harian El Pais, Messi bukan rekan yang baik bagi seluruh anggota tim. Kata kuncinya "seluruh". Ada perilaku pilih kasih? Kita semua paham cara Messi berteman.

Mungkin yang dimaksud Del Bosque adalah dengan bakat sepak bola istimewa yang dimiliknya, Messi akan menjadi pesepak bola yang ideal bila menjadi pemimpin yang baik bagi timnya... dan yang dimaksud adalah seluruh tim, bukan hanya rekan yang menyenangkannya.

Tidak mudah untuk menjadi sempurna di mata orang lain. Namun, bukan berarti kita tak bisa berusaha menjadi sosok yang ideal bagi orang lain, bukan? @Weshley Hutagalung

Monday, September 21, 2020

Sepak Bola Menolak Perayaan atas Penderitaan Lawan

"Hasil latihan dan kerja keras akan membantu meningkatkan keahlian dan kemampuan seseorang. Tetapi, semua itu nyaris tak bernilai ketika kita tidak memiliki karakter dan sikap hormat."

Respect! Dalam sepak bola, gerakan untuk menghormati pihak lain menjadi sangat penting. Bukan hanya lawan, tetapi juga rekan sendiri, mereka yang bekerja untuk sepak bola, dan tentu saja fans.

Mampukah seluruh stakeholders, mereka yang terlibat dalam seluruh aspek sepak bola, saling mengormati? Itulah harapan kita. Bukankah kita ingin menikmati pertandingan sepak bola sebagai sebuah kegiatan yang saling menghargai?

Menang, imbang, atau tumbang. Itulah hasil pasti dari sepak bola. Dalam mencapainya, dibutuhkan sebuah kesatuan usaha dari elemen tim. Siapa sih yang mau turun bertanding untuk kalah?

Namun, sepak bola juga mengajarkan kita untuk bersiap menghadapi kegagalan... atau kesialan. Seperti yang dihadapi bek Chelsea, Andreas Christensen, saat berhadapan dengan Liverpool di pekan kedua Premier League 2020-2021.

Menerima kartu merah di pengujung babak I, Andreas Christensen bisa menjadi tumbal kekalahan 0-2 Chelsea. Ya, saat ia menerima kartu merah (45+1') akibat melakukan pelanggaran terhadap Sadio Mane skor masih 0-0.

Teriakan tanda bersyukur dari bangku cadangan Liverpool ketika wasit Paul Tierney akhirnya menarik kartu merah setelah memakai bantuan VAR, memperlihatkan di mana posisi Juergen Klopp dalam mengartikan slogan "respect" yang digadang-gadangkan UEFA.

"Apakah kalian gila? Kita tidak akan pernah melakukan hal itu, oke?" Begitu reaksi geram Klopp terhadap respons kubu Liverpool di bangku cadangan, yang kemudian diakui adalah staf tim, bukan pemain, atas kartu merah untuk Christensen.

Bergembira atas petaka orang lain, apalagi kubu berseberangan dengan kita, sepertinya bukan perilaku yang aneh bagi sebagian orang. Di mana makna respect?

Respect, sebuah gerakan sosial yang dikumandangkan UEFA sejak 2008 itu jelas mengajak kita untuk bekerja dengan mengutamakan persatuan, sikap hormat lintas jenis kelamin, ras, agama, dan kemampuan di lapangan. @Weshley Hutagalung


Friday, September 18, 2020

Thiago Alcantara Memilih dan Menikmati Tantangan


Ada nasihat berbunyi, "Hidup adalah tentang menerima tantangan sepanjang perjalanan, memilih untuk terus bergerak maju, serta mampu menikmati perjalanan tersebut."

Tantangan diterima. Begitu cuitan Thiago Alcantara di akun Twitter miliknya setelah ia resmi menjadi pemain Liverpool bernomor punggung 6.

Jumat, 18 September 2020, fans Liverpool menyambut hangat kedatangan gelandang Thiago Alcantara dari Bayern Muenchen. Ada harapan akan perubahan gaya bermain tim asuhan Juergen Klopp yang berhasil menjuarai Premier League 2019-2020.

Di mana Thiago bermain di antara gelandang-gelandang kepercayaan Klopp? Biarlah itu menjadi PR sang manajer. Karena bukan tanpa alasan Klopp mengincar Thiago sejak lama.

Pandangan Klopp mungkin tak jauh berbeda dari Pep Guardiola ketika keluar dari Barcelona dan bersiap menuju Bayern Muenchen untuk bekerja sejak musim 2013-2014..

Ketika Pep Guardiola diminta melatih Bayern Muenchen, dia ngotot ingin mendapatkan Thiago Alcantara dari Barcelona. "Beli Thiago, atau saya tidak akan datang ke Muenchen." Begitu ucapan Pep yang diceritakan Karl-Heinz Rummenigge, bos Muenchen, menyampaikan kepergian Thiago ke Liveprool.

Di Muenchen, Thiago berkembang dari remaja bertalenta tinggi menjadi pemimpin lapangan tengah... pemain kreatif papan atas.

Kepada Rummenigge, Thiago mengaku ingin merasakan tantangan baru dan berbeda setelah membela FC Bayern selama 7 musim. Selama itu, Thiago ikut membantu Muenchen meraih 7 gelar juara Bundesliga, 4 DFB-Pokal, hingga juara Liga Champions 2019-2020.

Keputusan Thiago keluar dari tim sekelas Barcelona saat memasuki periode menguasai Eropa jelas tidak mudah. Tapi, Thiago sadar di lini tengah Barcelona saat itu ada Xavi Hernandez dan Andres Iniesta yang menjadi nyawa permainan tiki-taka. Ia harus berkembang dan mengambil keputusan.

Di Bayern Muenchen, Thiago tumbuh menjadi pemain yang matang serta tetap bisa menikmati perjalanan walau ditinggal "gurunya" Pep Guardiola dan digantikan Carlo Ancelotti, Jupp Heynckess, Niko Kovac, hingga Hans-Dieter Flick.

Thiago membuktikan dia hidup dengan pilihan serta menerima dan menikmati tantangan. @Weshley Hutagalung

Sunday, September 13, 2020

Kekejaman di antara Memphis Depay, Lionel Messi, dan Cristiano Ronaldo

 Salah satu cara tercepat untuk merasakan ketidakbahagiaan adalah membandingkan diri kita dengan orang lain. Jadi, bisakah Anda membayangkan perasaan Memphis Depay ketika dibandingkan dengan Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo?

Berita keinginan Lionel Messi meninggalkan FC Barcelona terus saja berkembang. Memang, Messi masih akan bertahan di Camp Nou musim 2020-2021, namun gerak-gerik manajemen Barcelona mencari pengganti Messi sampai membuat Louis van Gaal memberikan peringatan.

Dari Lautaro Martinez di Internazionale, Sadio Mane dan Mohamed Salah di Barcelona, Kylian Mbappe (PSG), Jadon Sancho (Borussia Dortmund) hingga entah ide siapa muncul nama Memphis Depay yang kini memperkuat Lyon di Liga Prancis.

Memphis Depay adalah penyerang Belanda yang namanya mungkin lebih kita kenal sebagai mantan pemain Manchester United ketimbang klub yang membesarkannya, PSV Eindhoven.

Dua tahun membela Man. United, apakah Depay bisa disebut sukses dengan total mencetak 7 gol dari 53 pertandingan di semua kompetisi? Kalau jawabannya ya, tetap saja sulit membayangkan Barcelona memakai jasa Depay seandainya Messi jadi pergi.

Pria Belanda yang pernah melatih Barcelona 1997-2000 dan 2002-2003, Louis van Gaal, sampai "tega" membandingkan Depay dengan Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo.

Bermaksud memberi nasihat kepada Ronald Koeman, pria Belanda yang kini melatih Barcelona, Van Gaal menegaskan talenta Depay tidak menyamai milik Messi dan Ronaldo. Gak ada bantahan atas pendapat ini.

Dibaca dari pemberitaan Tuttomercatoweb, Van Gaal memuji Depay sebagai pemain bagus, apalagi ketika mendapat keleluasaan bermain alias free role.

Tapi, sim salabim berharap langsung ada pengganti setara Messi dengan segala kontribusi dan puluhan trofi juara, yang telah mengenakan jersey tim utama Barcelona sejak 2004 adalah sebuah kebodohan, bukan?

Sekali lagi, membandingkan diri kita dengan orang lain adalah cara tercepat untuk TIDAK bahagia. Jadi, bisa 'kan membayangkan perasaan Memphis Depay mengetahui perbandingan dirinya dengan Lionel Messi dan juga Cristiano Ronaldo?  @Weshley Hutagalung

Friday, September 11, 2020

Kagum Bukan Berarti Gak Profesional

Seperti apa rasanya bertarung melawan guru sekaligus idola? Premier League 2020-2021 menyajikan sesuatu yang istimewa ketika menyangkut Pep Guardiola dan mentornya.

Sudah banyak pemberitaan tentang betapa kagumnya Pep Guardiola terhadap Marcelo Bielsa, jauh sebelum Bielsa membawa Leeds United ke Premier League 2020-2021 sebagai juara Championship musim lalu.

Saya pernah membaca bahwa Marcelo Bielsa punya peran sangat besar dalam karier kepelatihan Pep Guardiola, selain Johan Cruyff tentu saja. Pep kagum dengan cara Bielsa melatih dan kejutan-kejutan yang dilakukannya di pertandingan.

Kini, setelah "menyerap" ilmu kepelatihan Bielsa, Pep Guardiola berkesempatan menguji seberapa hebat strategi yang dipunyai Bielsa. Adil? Gak juga, materi pemain yang dimiliki Pep jelas beda dengan punya Bielsa. Seperti "premium" dan "pertamax" gitu deh.

Apakah Pep akan sungkan bila ada peluang menang pesta gol atas tim asuhan gurunya itu? Sebuah pertanyaan menarik. Apalagi bila kejadiannya di markas Leeds United. Apalagi bila jadwal itu datang ketika posisi Leeds terpuruk di klasemen. Apalagi bila Bielsa mendapat tekanan besar dari manajemen dan suporter Leeds dan posisinya terancam.

Seseorang pernah berkata soal bekerja secara profesional kepada saya. Dengan konteks berbeda, intinya adalah: "Profesionalitas bekerja tidak boleh terganggu oleh perasaan pribadi". Setuju? @Weshley Hutagalung

Tuesday, September 8, 2020

Seperti Apa Kita Hendak Dikenang? RIP Coach Alfred Riedl

Seperti apa Anda hendak dikenang? Melepas kepergian mantan pelatih timnas Indonesia asal Austria, Alfred Riedl, apa yang terlintas di benak Anda?

"You need me." Begitulah kalimat yang identik dengan coach Alfred Riedl selama dia melatih timnas Indonesia. Sampai dibuatkan kaos oleh komunitas wartawan untuk mempertegas identitas sang pelatih kala itu.

Tegas... tak banyak cingcong, disiplin dengan menu makanan. Apalagi karakter coach Rield yang ada diingatan?

Lahir di Kota Wina, Austria, 2 November 1949, coach Alfred Riedle tutup usia pada 7 September 2020 dalam usia 70 tahun.

Coach Alfred Riedl sempat 3 kali dipercaya membesut timnas Indonesia, walau selalu saja ada cerita dan drama di setiap periode penugasannya. Mana ada pelatih yang senang pergi dengan status "dipecat"?

Dua kali ia membawa timnas Indonesia mencapai final Piala AFF (2010 dan 2016) walau hanya menjadi runner-up jelas tak akan kita lupakan.

Alfred Riedl sudah pulang mendahului dan meninggalkan kita sebuah pesan: "Seperti apa Anda hendak dikenang pada saatnya nanti?" @Weshley Hutagalung

Saturday, September 5, 2020

Menanti Arti Kebahagiaan ala Lionel Messi

"Happiness is a direction, not a place." Begitu nasihat salah satu penulis di Amerika sana. Ia sudah tutup usia, tetap Lionel Messi masih bisa menjawab pertanyaan dalam hidupnya: di manakah ia bisa meraih kebahagiaan?

Kisah Lionel Messi yang hendak meninggalkan klub yang telah membesarkannya dan memberikan segala kemewahan idaman seluruh pesepak bola di muka bumi menghebohkan jagat sepak bola.

Messi merasakan saat telah tiba... ia sudah "cukup". Messi lahir 24 Juni 1987 di Rosario, Argentina. Pada 2001, ia sudah bergabung bersama akademi Barcelona di Spanyol. Remaja yang kalau duduk di bangku sekolah masih pelajar SMP.

Bertumpuk gelar juara dan penghargaan pribadi ia raih bersama Barcelona. Situasi kerap berubah seiring pergantian pengelola klub dan pelatih, Messi bertahan di Barcelona. Ada "pertolongan" terhadap pertumbuhan fisik Messi dari Barcelona yang tak bisa diabaikan begitu saja.

Tapi, ketika Juli 2020 muncul berita keinginan Messi pergi, tentulah mencuat pertanyaan: "Apakah Messi sudah tidak bahagia berada di Barcelona?"

Kalau dibuat film, memang cocok diberi judul "Pursuit of Happiness"... ya, Messi ingin mengejar kebahagiaan yang tak lagi ia dapatkan di Camp Nou. Atau, bahkan mungkin di Kota Barcelona itu sendiri.  

Bagaimana mungkin seseorang bisa bekerja dengan baik dan mengeluarkan seluruh kemampuannya bila tidak bahagia?

Bahagia itu perkara bukan tempat... melainkan arah tujuan. Begitu kata Sydney J. Harris.

Kini, bersama pelatih baru Barcelona, Ronald Koeman, Messi harus membuktikan bahwa keberadaannya di Barcelona, entah itu terpaksa atau sukarela, tidak mengurangi ambisinya bermain mengeluarkan kemampuan terbaiknya.

Apakah masih ada kebahagiaan tersisa di Barcelona bagi Messi? Sekali lagi, bahagia itu bukan persoalan tempat. @Weshley Hutagalung