"Happiness is a direction, not a place." Begitu nasihat salah satu penulis di Amerika sana. Ia sudah tutup usia, tetap Lionel Messi masih bisa menjawab pertanyaan dalam hidupnya: di manakah ia bisa meraih kebahagiaan?
Kisah Lionel Messi yang hendak meninggalkan klub yang telah membesarkannya dan memberikan segala kemewahan idaman seluruh pesepak bola di muka bumi menghebohkan jagat sepak bola.
Messi merasakan saat telah tiba... ia sudah "cukup". Messi lahir 24 Juni 1987 di Rosario, Argentina. Pada 2001, ia sudah bergabung bersama akademi Barcelona di Spanyol. Remaja yang kalau duduk di bangku sekolah masih pelajar SMP.
Bertumpuk gelar juara dan penghargaan pribadi ia raih bersama Barcelona. Situasi kerap berubah seiring pergantian pengelola klub dan pelatih, Messi bertahan di Barcelona. Ada "pertolongan" terhadap pertumbuhan fisik Messi dari Barcelona yang tak bisa diabaikan begitu saja.
Tapi, ketika Juli 2020 muncul berita keinginan Messi pergi, tentulah mencuat pertanyaan: "Apakah Messi sudah tidak bahagia berada di Barcelona?"
Kalau dibuat film, memang cocok diberi judul "Pursuit of Happiness"... ya, Messi ingin mengejar kebahagiaan yang tak lagi ia dapatkan di Camp Nou. Atau, bahkan mungkin di Kota Barcelona itu sendiri.
Bagaimana mungkin seseorang bisa bekerja dengan baik dan mengeluarkan seluruh kemampuannya bila tidak bahagia?
Bahagia itu perkara bukan tempat... melainkan arah tujuan. Begitu kata Sydney J. Harris.
Kini, bersama pelatih baru Barcelona, Ronald Koeman, Messi harus membuktikan bahwa keberadaannya di Barcelona, entah itu terpaksa atau sukarela, tidak mengurangi ambisinya bermain mengeluarkan kemampuan terbaiknya.
Apakah masih ada kebahagiaan tersisa di Barcelona bagi Messi? Sekali lagi, bahagia itu bukan persoalan tempat. @Weshley Hutagalung
No comments:
Post a Comment